JAKARTA, KOMPAS.com
 — Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan AQJ (13), putra ketiga musisi Ahmad Dhani dan Maia Estianty, mengagetkan banyak pihak. Bukan hanya karena jumlah korban yang begitu banyak, melainkan juga karena peristiwa itu melibatkan seorang remaja yang seharusnya tak boleh mengemudikan mobil.

Di media sosial, kecelakaan itu semakin menarik perhatian karena dikait-kaitkan dengan fenomena banyaknya anak muda yang memamerkan foto spidometer kendaraan yang sedang mereka kendarai, baik sepeda motor maupun mobil.

Di media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Path, kita bisa menemukan aneka foto spidometer yang diunggah. Kebanyakan, spidometer yang diunggah tersebut menunjukkan kecepatan tinggi.

Tak tanggung-tanggung, foto-foto dengan tanda pagar #speedometer itu ada yang menunjukkan kecepatan 140 kilometer per jam, 180 km per jam, bahkan ada yang 200 km per jam. Salah satu contohnya adalah foto yang diunggah ke Instagram oleh akun im_christopher pada Jumat (13/9/2013). Foto spidometer itu menunjukkan kecepatan 180 km per jam. Di bawah foto, pemilik akun menulis keterangan bahwa mobil yang dikendarainya adalah Toyota Yaris.

Contoh lain adalah foto milik akun anung_malmsteen yang menunjukkan spidometer sepeda motor Yamaha Jupiter berkecepatan lebih dari 140 km per jam. Di bawah foto yang diunggah pada Minggu (15/9/2013) itu, pemilik akun menulis, "Trus kalo udah punya nyali besar kayak gini, lo mo ngapain?"

Meskipun masyarakat masih ramai membicarakan kecelakaan AQJ yang memakan banyak korban jiwa di Jalan Tol Jagorawi pada Minggu (8/9/2013), foto yang memamerkan spidometer berkecepatan tinggi di media sosial terus berlangsung. Pamer spidometer dengan kecepatan tinggi seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi di media sosial.

Muhammad Dwigusta Cahya (18), pengemudi Nissan Juke yang mengalami kecelakaan di Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (7/4/2013), diketahui pernah melakukan hal itu.

Seperti diketahui, mobil yang dikendarai Dwigusta menabrak Daihatsu Xenia di Jalan Tol Purbaleunyi. Sekitar tiga bulan sebelum mengalami kecelakaan yang menewaskan lima orang itu, Dwigusta diketahui mengunggah dua foto spidometer berkecepatan sekitar 160 km per jam ke akun Instagram-nya.

Menurut pakar media digital, Nukman Luthfie, para remaja mengunggah foto spidometer ke media sosial untuk menunjukkan eksistensinya. Karena pergaulan remaja masa kini makin dipengaruhi media sosial, mereka bukan hanya ingin eksis di dunia nyata, melainkan juga di dunia maya.

"Kalau dulu remaja-remaja balapan mobil di jalanan saat dini hari, sekarang mereka kebut-kebutan di media sosial dengan cara memamerkan foto spidometer kendaraan mereka," kata Nukman, Selasa (17/9/2013), di Jakarta.

Berbahaya

Ketua Umum Road Safety Association Edo Rusyanto menyatakan, memotret spidometer saat mengendarai kendaraan berkecepatan tinggi sangat berbahaya. Sebab, aktivitas itu bisa mengganggu konsentrasi pengemudi sehingga menyebabkan kecelakaan.

"Ingat, mengemudi itu adalah pekerjaan penuh waktu yang tak boleh diganggu aktivitas lain," katanya.

Saat mengemudi, kata Edo, pandangan seseorang harus fokus ke depan untuk mengetahui kondisi jalanan. Ketika seorang pengemudi memotret spidometer, otomatis pandangan matanya tidak lagi ke depan, tetapi ke bawah.

"Inilah yang bisa menyebabkan kecelakaan," katanya.

Meskipun memotret spidometer hanya membutuhkan waktu beberapa detik, tindakan itu tetap bisa menyebabkan kecelakaan.

"Sebab, berdasarkan studi, kecelakaan bisa terjadi saat pengendara lengah dua sampai tiga detik saja," kata Edo.

Edo mengatakan, untuk menghentikan tren ini, polisi perlu benar-benar menegakkan aturan lalu lintas. Remaja di bawah umur yang ketahuan mengendarai kendaraan bermotor, apalagi dalam kecepatan tinggi, harus diberi sanksi.

Nukman menambahkan, untuk mengantisipasi tren semacam ini, orangtua harus terhubung dengan anak-anaknya di media sosial. Dengan begitu, orangtua bisa tahu apa saja yang dilakukan anak-anak mereka di media sosial dan bisa bertindak jika diperlukan. Jangan sampai timbul penyesalan di kemudian hari.