"Kita anggap Perda itu merugikan, makanya kita minta direvisi," ujarnya seusai bertemu Gubernur di Balaikota, Jakarta, Senin (23/9/2013) pagi.
Inul menjelaskan, pemerintah seharusnya memisahkan antara tempat karaoke eksekutif dengan keluarga. Dalam Perda tersebut, kata Inul, tidak ada pembeda di antara kedua jenis karaoke itu.
"Orang kan bisa lihat, kalau eksekutif kayak apa. Remang-remang, ada cewek-ceweknya. Kalau usaha kita kan enggak begitu, bersih," protes Inul.
Sering kali, akibat tak ada peraturan yang menegaskan perbedaan tersebut, tempat karaokenya dipersepsikan sama dengan tempat karaoke eksekutif. Akibatnya, pendekatan hukum kedua tempat karaoke itu pun tidak ada perbedaan.
Inul memberikan contoh pada saat bulan puasa. Lantaran usaha karaoke keluarganya dianggap sama dengan tempat karaoke eksekutif, pihaknya pun terpaksa memabatasi jam buka tempat usahanya di Jakarta yang berjumlah 25. Padahal di waktu yang sama, dirinya harus memberikan tunjangan hari raya yang didapat dari keuntungan tempat usahanya tersebut.
"Total gerai di Indonesia ada 100, di Jakarta ada 25. Total ada 10.000-an karyawan," ujarnya.
Inul berharap permintaan yang dianggapnya mewakili pengusaha tempat karaoke keluarga itu menjadi pertimbangan Gubernur DKI mengambil keputusan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.