"Kami menggembok karena sampai sekarang Pemprov belum juga melunasi sebagian tanah milik kami di sekolah tersebut," tegas Azis, ahli waris lain, Senin (30/9/2013).
Usiah menggembok pintu ke lantai dua. Lantai dua terdiri dari ruang kelas siswa, sedang lantai dasar terdiri dari ruang guru, ruang les, dan ruang lainnya.
Penggembokan ini menyebabkan ratusan siswa berkerumun di selasar sekolah. Tampak halaman sudah dipagar penghalang oleh ahli waris dengan seng rombeng dan berbagai tulisan antara lain berbunyi "Sekolah ini korban birokrasi, Ahli Waris Belum Dibayar".
Aksi serupa sebelumnya terjadi pada 13 September 2013 lalu. Aksi berakhir setelah Pemprov DKI Jakarta menyatakan akan membayar ganti rugi dengan meminta ahli waris membuka segel sekolah.
"Kami hargai pak wakil wali kota, pak camat dan pak lurah sudah datang ke rumah kami meminta gembok dibuka, tapi setelah dibuka hingga kini, belum ada ganti rugi," jelas Azis.
Sebelumnya, anggota DPRD DKI komisi E, Ny Mery Hotma, pernah mengununjungi sekolah tersebut dan berjanji membantu menyelesaikan. "Tapi hanya janji. Bahkan meminta ahli waris menggugat Pemprov DKI Jakarta. Aneh kalau ahli waris harus menggugat karena sudah dibahas sebelumnya melalui kajian hukum oleh Kabag Hukum Jakarta Barat," kata Azis.
Kasus ini terungkap setelah ahli waris mengetahui bahwa Pemprov DKI Jakarta menyertifikatkan kelebihan tanah dari yang dihibahkan oleh Amar bin Djamain tahun 1974. Ia menghibahkan tanah seluas 1.500 meter persegi dari luas tanah yang dimilikinya 3.040 meter persegi. Tapi Pemprov DKI menyertifikatkan tanah seluas 1.944 meter persegi. Dengan demikian ada kelebihan tanah seluas 444 meter persegi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.