Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Menang Tanpa Ngasorake", Diplomasi Makan Siang ala Jokowi...

Kompas.com - 02/10/2013, 07:06 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memiliki gaya unik menyelesaikan persoalan komunikasi dengan warganya. Makan siang pun bisa jadi cara. Menghadapi isu-isu sensitif pun, tidak ada spanduk tuntutan dan pengeras suara dari warga, tidak ada pula pentungan Satpol PP. Hanya denting sendok garpu yang berujung pada kata sepakat.

"Makan siang bersama seperti Pak Jokowi dan warga itu istilahnya memang mempersatukan," ujar Kepala Biro Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri DKI Jakarta Heru Budi Hartono kepada Kompas.com, Selasa (1/10/2013) sore.

Heru adalah orang yang sehari-hari mengatur jadwal orang nomor satu di Jakarta tersebut. Dalam catatannya sejak dilantik hampir satu tahun lalu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut telah enam kali mengundang warga DKI untuk makan siang bersama di kantor Balaikota.

Kali pertama, Februari 2013, Jokowi mengajak warga korban banjir di Jakarta Utara makan siang setelah beberapa kali mengunjunginya. Tidak ada persoalan yang begitu penting diselesaikan dengan para korban banjir. Misi Jokowi, kala itu, bisa jadi adalah silaturahim dan mengurangi beban saja.

Dua bulan berselang, sekitar awal April, giliran warga yang bermukim di sekitar Waduk Pluit duduk satu meja makan dengan gubernurnya. Misi Jokowi sedikit lebih berat saat itu. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menggeser warga masuk ke rumah susun agar dapat menata waduk seluas 80 hektar itu.

Kekerasan hati warga yang puluhan tahun bermukim di sekitar waduk itu sampai membuat Jokowi dua kali mengundang perwakilan warga ke Balaikota. Di meja makan yang tertutup bagi media massa itu, cerita Heru, Jokowi bicara dari ke hati dengan para perwakilan.

Pertimbangan soal kelaikan hidup warga di rusun yang dijamin lebih baik menjadi cara Jokowi bicara mendekati warga. "Bahkan tak jarang, Pak Jokowi yang mengambil nasi misalnya untuk warga. Sambil makan, mereka saling bicara, kita harapkan tentunya juga saling mendengar. Begitulah yang terjadi," lanjut Heru.

Tersulit

Makan siang bersama yang berikutnya berlangsung pada Agustus 2013. Menurut Heru, ini adalah makan siang tersulit. Kali ini yang diundang adalah para pemilik bus metromini di Jakarta. Jokowi mengundang mereka untuk bersama-sama merevitalisasi fasilitas angkutan umum tersebut.

Penolakan, pengajuan pertimbangan, dan adu argumen, tutur Heru, menghiasi jalannya makan siang sang Gubernur. Toh, saat makanan penutup dibuka, para pengusaha metromini itu sudah sepakat untuk masing-masing memperbaiki armada demi keselamatan penumpang, konsumen mereka.

Makan siang tetap menjadi salah satu cara pendekatan Jokowi, ketika berhadapan dengan pedagang Blok G Pasar Tanah Abang dan warga yang bermukim di sekitar Waduk Ria Rio. Dua makan siang digelar pada awal dan akhir September 2013.

Barangkali falsafah Jawa "nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji" adalah "jurus" andalan Jokowi. Dalam bahasa Indonesia, saloka itu secara harfiah berarti "menyerbu tanpa pengerahan pasukan, menang tanpa mempermalukan, dan ampuh tanpa perlu ilmu kesaktian". Tafsir umumnya, hasil terbaik dapat dicapai tanpa perlu tindakan kekerasan, bersikap merendahkan atau mempermalukan, ataupun strategi yang bertele-tele.

"Setiap setelah makan siang, kami evaluasi, apa yang kurang. Kenyataannya hampir semua di lapangan berjalan. Warga di waduk semuanya mau pindah ke rusunawa, pemilik metromini mulai memperbaiki armada, PKL Tanah Abang mulai masuk ke Blok G, berhasil semua," kata Heru.

Bagaimana dengan penolak Lurah Susan? Heru mengaku langsung mengernyitkan dahi ketika beberapa waktu lalu sang Gubernur menginstruksikannya untuk mengatur jadwal makan siang bersama warga di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Warga diketahui menolak keberadaan lurahnya, Susan Jasmine Zulkifli, yang ditugaskan ke wilayah itu setelah lolos lelang jabatan. Penolakan terjadi karena Susan berbeda agama dengan para penolak yang mengaku sebagai warga setempat.

Heru mengaku ragu, apakah "jurus" makan siang akan efektif untuk kasus ini. "Kami kan punya semacam intelijen di lapangan juga. Kami tahu itu ada pihak yang ada di baliknya. Ada eks PNS yang tak suka dengan lurah baru. Makanya dipakai agama untuk mengakomodasi massa menolak lurah, kami tahu semua itu," lanjut Heru tanpa mau merinci siapa yang dimaksudkannya.

Namun, pengalaman keberhasilan makan siang Jokowi bersama warga sebelumnya menjadi penguat keyakinannya untuk menggelar cara serupa. Apakah hasilnya akan kembali sama? Kita tunggu saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com