Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Tawuran Pelajar, Kaji Ulang Penerapan MOS

Kompas.com - 10/10/2013, 07:29 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com- Budaya tawuran yang marak di Jakarta harus dihapuskan, salah satunya dengan mengkaji ulang penerapan masa orientasi siswa (MOS) di sekolah-sekolah. Seringkali, MOS dijadikan ajang oleh para senior untuk menanamkan kebencian dan rasa permusuhan pada sekolah lain kepada juniornya, hal ini yang kemudian menjadi landasan para pelajar ikut dalam tawuran.

Hal itu dikatakan oleh pengamat pendidikan Darmaningtyas. Menurutnya, MOS tidak perlu sampai dihapuskan, tetapi penerapannya saja yang sedikit diubah. Sebaiknya, yang memberikan materi langsung kepada siswa baru dalam MOS adalah guru, bukan siswa senior.

"Kalaupun ada senior ya senior yang punya track record di sekolah yang baik, pelajar yang perilakunya bisa dicontoh. Bukan senior-senior yang begundal," kata Darma saat ditemui di Erasmus Huis Pusat Kebudayaan Belanda, Rabu (9/10/2013).

Selain itu, kata Darma, pihak penegak hukum juga jangan ragu-ragu untuk menjerat pelajar yang terlibat tawuran dengan pasal pidana. Dengan begitu, akan ada efek jera kepada para pelaku sehingga mereka tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Selama ini, pelaku tawuran yang tertangkap seringkali hanya diberikan peringatan dan nasihat, lalu kemudian diserahkan ke orangtuanya.

"Kalau alasan di bawah umur, kan bisa mereka dikenakan pidana dan ditempakan di tahanan anak," ujar Darma.

Untuk diketahui, dalam peristiwa penyiraman air keras di sebuah bus PPD 213 di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Jumat (4/10/2013) beberapa waktu lalu, pelaku penyiraman berinisial RN alias Tompel (18) yang merupakan pelajar SMA I Budi Utomo Jakarta, mengaku dendam pada pelajar SMK Karya Guna. Bagi pelajar SMK Budi Utomo, pelajar SMK Karya Guna adalah musuh. Begitu pula sebaliknya.

Apalagi, kurang lebih setahun yang lalu, Tompel pernah menjadi korban penyiraman air keras yang diduga dilakukan pelajar SMK Karya Guna di kawasan Kelor, Matraman. Alasannya menyerang penumpang yang ada di bus PPD 213, karena bus tersebut adalah bus yang sering ditumpangi oleh siswa SMK Karya Guna.

Kekerasan pelajar berlatarbelakang kebencian antar sekolah juga pernah terjadi di Jakarta, September tahun 2012 yang lalu. Saat itu, seorang pelajar SMA 70 berinisial FR alias Doyok, menikam seorang pelajar SMA 6 bernama Alawy Yusianto Putra dengan arit dalam sebuah tawuran di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan.

Alawy tewas dan Doyok saat ini menjalani hukuman penjara selama 7 tahun, usai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Mei 2013 yang lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Megapolitan
Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com