JAKARTA, KOMPAS —
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Perumahan Rakyat bekerja sama menagih utang pengembang membangun rumah susun umum. Kedua pihak juga membahas kemungkinan memberi sanksi pidana kepada pengembang yang tidak mau menunaikan kewajiban membangun rumah susun umum.

"Menurut rencana, Menteri Perumahan Rakyat akan menyiapkan peraturan menteri yang memungkinkan pengembang kena sanksi pidana kalau enggak memenuhi kewajibannya," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seusai bertemu Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz, Rabu (9/10), di Balaikota DKI Jakarta.

Berdasarkan Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, pengembang rumah susun (rusun) komersial wajib menyediakan rusun umum minimal 20 persen dari total luas lantai rusun komersial yang dibangunnya. Kewajiban itu dibuat untuk memenuhi kebutuhan hunian warga.

Namun, banyak pengembang yang hingga kini belum memenuhi kewajiban itu. Sampai Mei 2013, berdasarkan data Pemprov DKI, pengembang masih berutang membangun 680 rusun umum di Jakarta. Nilainya mencapai Rp 13 triliun.

Pemprov DKI, kata Basuki, sudah mengirimkan surat kepada para pengembang untuk menagih utang tersebut. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil. "Kami bekerja sama dengan Menpera. Nanti Menpera akan kirim surat ke pengembang untuk menagih," ujar Basuki.

Selain itu, supaya pengembang benar-benar menjalankan kewajibannya, Menpera akan menyiapkan peraturan menteri terkait dengan sanksi pidana untuk pengembang yang ingkar.

Pasal 109 UU No 20/2011 mengatur sanksi pidana berupa penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 20 miliar untuk pengembang yang mengingkari kewajiban membangun rusun umum.

Audit investigasi

Djan Faridz menyatakan, Kemenpera dan Pemprov DKI akan melakukan audit investigasi terkait dengan kewajiban pengembang membangun rusun. "Kalau ada pengembang yang belum melaksanakan kewajiban itu, kita akan beri peringatan. Kalau setelah itu tetap tidak mau, baru kita beri sanksi," tuturnya.

Di sisi lain, Djan Faridz menyatakan, agar pengembang mudah menjalankan kewajiban membangun rusun umum, Kemenpera minta Pemprov DKI mengubah aturan koefisien luas bangunan rusun sederhana.

Kemenpera meminta Pemprov DKI mengubah angka KLB rusun menjadi enam sehingga pengembang bisa membangun rusun hingga 24 lantai.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan, Pemprov DKI masih mempertimbangkan permintaan tersebut.

"Soal KLB rusun, masih dalam hitungan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Bangunan Perumahan Dinas Perumahan DKI Jakarta Sukmana memastikan, pada akhir Desember 2014, tiga lokasi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jakarta Barat akan siap dihuni. Ketiga rusunawa itu adalah Rusunawa Tambora I dan II di Kecamatan Tambora, Rusunawa Daan Mogot Km 14 di Kecamatan Kalideres, dan Rusunawa KS Tubun di Kecamatan Palmerah.

Kepala Bidang Perencanaan Teknis Dinas Perumahan DKI Trianto mengatakan, Gubernur Joko Widodo akan meletakkan batu pertama pembangunan Rusunawa Tambora I dan II pada 20 Oktober.

Pengamatan Kompas di ketiga lokasi tersebut kemarin menunjukkan, lahan Rusunawa Tambora I dan II masih dibersihkan dari besi-besi beton fondasi. Adapun lahan Rusunawa KS Tubun baru pada tahap pemeriksaan air tanah.

Sementara itu, separuh lahan Rusunawa Daan Mogot sudah diuruk dan ditinggikan sampai 1,5 meter.

Menurut Trianto, kompleks Rusunawa Daan Mogot akan berdiri di atas lahan seluas 17,68 hektar. Dari total luas lahan itu, 2,06 hektar akan dipakai untuk membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum.

"Di atas lahan seluas 12,23 hektar akan dibangun rumah susun sewa menengah dan apartemen sewa. Sementara di atas lahan seluas 3,3 hektar akan dibangun rusunawa delapan blok yang terdiri atas 640 unit. Luas unit masing-masing 30 meter persegi," tutur Trianto. Setiap blok memiliki enam lantai. (K02/WIN)