"Kalau mau ngomong jujur, (pelaku) korupsi sama prostitusi sama-sama masuk neraka, enggak? Sama-sama, kan. Sama salahnya," kata Basuki di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (10/10/2013).
Keduanya, kata Basuki, tinggal bagaimana tertangkapnya, seperti halnya razia terhadap pekerja seks komersial (PSK) di pinggir jalan. Kejadian petugas mengejar para PSK menjadi biasa saat razia.
Dalam razia pun, kata dia, ada kendalanya. Upaya penangkapan dan pembinaan PSK tentunya memiliki tantangan. Mulai dari PSK yang menghindari kejaran petugas dengan melompat ke sungai, sampai dengan penanganan jika PSK yang tertangkap adalah anak di bawah umur.
Pembinaan PSK di bawah umur dengan mempekerjakannya di pabrik berupah rendah, menurutnya, memunculkan persoalan baru. Oleh karena itu, penegakan hukumnya menjadi sulit.
"Misalnya anak yang ditangkap 14 tahun. Kamu ngajarin dia jahit (kerja) di pabrik paling (dibayar) Rp 75.000. Kerja setengah mati, nah, ini suatu persoalan. Kita mau tegakkan gimana, mau potong kepala?" ujarnya.
Salah satu cara yang ada, menurutnya, dengan mengontrol keberadaan para PSK pada lokalisasi. Namun, sekali lagi, mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan, cara seperti itu tidak berkenan di tengah kehidupan masyarakat dalam konteks agama. Pasalnya, melegalkan lokalisasi bertentangan dengan nilai masyarakat.
"Sebetulnya, dulu dia dilokalisasi istilahnya untuk kontrol mereka. Jadi, kita sudah tahu. Tapi, kita kan bangsa yang beragama nih, kita namanya gituan kan enggak boleh kan seolah-olah melegalkan," ujarnya.
Namun, Basuki mengaku bingung mengapa lokalisasi tidak menuai protes. "Makanya yang kita bingung kok enggak ada yang demo di situ, gitu ya. Jadi maksud saya, kalau ada bukti kan harusnya kan bisa diserbu gitu dong," selorohnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.