"Dinas Pendidikan itu tidak mengurusi proyek, tetapi konsentrasi pada peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan siswa," kata Retno, di kantor LBH Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Oleh karena itu, FMGJ mendesak Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk berani membuat terobosan meniadakan anggaran pembangunan fisik di dalam anggaran Dinas Pendidikan DKI. Seharusnya, kata dia, anggaran infrastruktur berada di dalam anggaran Dinas Pekerjaan Umum DKI.
Selain itu, Disdik DKI juga diduga tidak memiliki koordinasi dalam menggunakan anggaran daerah. Padahal, anggaran paling tinggi dialokasikan untuk pendidikan. Hal itu menyebabkan kemunculan proyek-proyek yang tidak jelas.
Menurut dia, program kemajuan pendidikan di DKI masih sebatas pembangunan fisik saja. Disdik DKI, lanjutnya, tak jarang mengirimkan barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
"Soal buku di perpustakaan, bukunya ditaruh di kardus, bukunya tidak bisa dipajang. Lucunya dropping buku baru terus dilakukan tanpa melihat kapasitas perpustakaan. Pertanyaannya ada koordinasi dengan pihak sekolah enggak sih? Kemudian, perbaikan lantai sekolah Rp 500 juta. Padahal sekolah tersebut baru di-cat beberapa bulan yang lalu," kata Retno.
Walaupun telah memberikan berbagai pernyataannya tersebut, sayangnya, FMGJ tidak bisa memberikan data detail terkait sekolah-sekolah yang bermasalah. Ratna mengaku telah menyerahkan seluruh data sekolah yang bermasalah kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan anggaran Disdik di APBD DKI 2013, sebesar Rp 11 triliun telah dialokasikan secara tepat. Sebanyak 50 persen APBD tersebut dialokasikan untuk belanja pegawai, gaji, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), guru bantu, dan guru honorer. Sementara 37,5 persen dialokasikan untuk rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah. 12,5 persen sisanya dialokasikan untuk kegiatan sekolah. Misalnya untuk ujian nasional, peningkatan kompetensi guru, persiapan olimpiade sains, dan peningkatan manajemen.
Taufik mengatakan, sarana dan prasarana juga penting untuk diurusi. Sebab, tak sedikit bangunan sekolah yang telah berusia. Zaman dahulu, kata dia, bangunan belum mengenal adanya baja ringan. Sehingga sebagian besar bangunan sekolah masih menggunakan kayu sebagai pondasi dasar.
Tahun ini, ada sebanyak 38 sekolah yang direhab total. Sementara sekitar 100 sampai 200 sekolah akan direhabilitasi berat, tahun ini. Untuk anggarannya, dibutuhkan Rp 10 hingga Rp 26 miliar. "Untuk rehab gedung SD, membutuhkan Rp 9-10 miliar, gedung SMP belasan miliar, dan gedung SMA bisa membutuhkan sampai Rp 20 miliar. Karena membutuhkan laboratorium, dan biasanya 4 lantai," kata Taufik.
Kendati demikian, Disdik DKI akan terus berkoordinasi dengan mitra dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI. Apabila memang harga yang diajukan terlalu tinggi, maka Disdik DKI juga akan melakukan efisiensi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.