Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntut Jokowi Revisi UMP, Buruh "Ngadu" ke PDI-P

Kompas.com - 12/11/2013, 08:21 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Perwakilan buruh yang tergabung dalam Forum Buruh se-Jakarta mendatangi DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI-Perjuangan, Senin (11/11/2013) kemarin. Mereka meminta anggota fraksi menyampaikan tuntutan kepada Gubernur DKI Joko Widodo, yakni merevisi besaran upah minimum provinsi.

Heri, perwakilan buruh, mengungkapkan, UMP 2014 yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, di mana harga kebutuhan sandang, pangan, dan papan kian melambung. Kondisi itu dianggap tidak dimasukkan ke penghitungan UMP.

"Aspek yang harusnya diperhatikan, tidak diperhatikan. Kita minta angka itu tak layak dan perlu dipertimbangkan lagi," ujarnya.

Heri mengaku, selain ke Fraksi PDI Perjuangan, para buruh juga pernah langsung menyampaikan permohonan revisi kepada Jokowi dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI. Namun, tuntutan tersebut diketahui tidak dipenuhi. Heri menilai pemerintah tak perlu malu mencabut sesuatu yang telah diputuskan pemerintah.

"Gubernur sebelumnya juga pernah kan melakukan revisi. Jadi, Jokowi tidak perlu malu merevisi UMP yang ditetapkan," ujarnya.

Sesuai mekanisme

Anggota Fraksi PDI Perjuangan Prassetyo Edi Marsudi mengatakan, secara konstitusional, UMP 2014 telah melalui prosedur, yakni dibahas secara tripartid antara pemerintah, pengusaha, dan buruh. Oleh sebab itu, peluang pemerintah akan melakukan revisi sangat kecil.

Kendati demikian, pihaknya akan tetap menyampaikan tuntutan tersebut kepada Gubernur DKI Joko Widodo segera. "Sebagai bentuk tindak lanjut, akan tetap sampaikan aspirasi buruh kepada Pak Gubernur. Itu memang mekanisme," ujarnya.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya, William Yani, mengatakan, pihaknya tidak sepakat atas penetapan UMP 2014 sebesar Rp 2,4 juta. Namun, pihaknya juga tidak sepakat dengan buruh yang meminta UMP sebesar Rp 3,7 juta. Menurutnya, idealnya UMP 2014 sesuai dengan kondisi saat ini adalah Rp 2,8 juta.

"Buruh tidak logis tuntutannya, tapi pemerintah juga keterlaluan. Hitung-hitungan kami UMP ada di besaran Rp 2,8 juta," ujarnya.

Kendati demikian, William mengaku tidak berharap banyak UMP 2014 bakal direvisi. Sebagai bentuk kompensasi, pihaknya pun meminta Jokowi agar lebih mengoptimalkan fasilitas bagi buruh, misalnya transportasi murah, rumah murah, akses kesehatan, dan sejumlah kebutuhan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Maju Pilkada DKI, Heru Budi: Hari Esok Masih Penuh Misteri

Soal Peluang Maju Pilkada DKI, Heru Budi: Hari Esok Masih Penuh Misteri

Megapolitan
Sopir Truk Akui Kecelakaan di GT Halim karena Dikerjai, Polisi: Omongan Melantur

Sopir Truk Akui Kecelakaan di GT Halim karena Dikerjai, Polisi: Omongan Melantur

Megapolitan
Sebelum Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR, Petugas Sudah Pernah Tegur Pelaku Pungli

Sebelum Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR, Petugas Sudah Pernah Tegur Pelaku Pungli

Megapolitan
Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum 'Update' Kasus Kematian Akseyna

Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum "Update" Kasus Kematian Akseyna

Megapolitan
Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Megapolitan
Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Megapolitan
Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Megapolitan
Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Megapolitan
Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Megapolitan
Singgung 'Legal Standing' MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Singgung "Legal Standing" MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Megapolitan
Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Megapolitan
Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Megapolitan
Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Megapolitan
Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com