JAKARTA, KOMPAS.com —
Hujan deras di Jakarta dan sekitarnya, Rabu (13/11/2013), memicu banjir di banyak tempat. Padahal, saat ini baru memasuki awal musim hujan. Puncak musim hujan diperkirakan pada Januari 2014. Jika hujan turun bersamaan dengan laut pasang, banjir besar niscaya terjadi.

Banjir tidak hanya melanda daerah rawan, tetapi juga pusat kota. Saluran air belum maksimal menjadi pengendali banjir. Sebagian besar saluran bahkan tersumbat limbah domestik.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat 32 genangan di pusat kota dengan ketinggian 50 sentimeter (cm). Jalanan tergenang setelah hujan lebat yang berlangsung nyaris sepanjang hari di Ibu Kota dan sekitarnya.

Genangan itu merata di lima kota di Jakarta, antara lain di kawasan Buaran dekat Kanal Timur, di bawah Jalan Layang Antasari, Bundaran Hotel Indonesia, Mampang Prapatan, Cipinang Indah, dan di Jalan Dewi Sartika, tepatnya di kawasan
Cawang.

Sementara air juga menggenangi 8 rukun warga di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat dengan ketinggian air bervariasi sampai 70 cm.

Banjir di daerah Cililitan, Jakarta Timur, terjadi akibat luapan Kalibaru. Sungai itu meluap akibat sampah menyumbat di pintu air yang menghubungkan aliran Kalibaru ke Kali Ciliwung. Selain itu, bagian saluran tertutup dari Kalibaru, di bawah Jalan Raya Bogor, juga tersumbat sampah dan endapan sehingga air dari alur sungai terbuka tak dapat mengalir lancar.

Di Jakarta Barat, ancaman banjir terbesar bakal datang dari tepian Kali Pesanggrahan, terutama di sodetan Kali Pesanggrahan, kawasan RW 005, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk.

Kemarin pukul 12.00-13.00, luapan air kali mulai menggenangi sebagian kawasan RW 005. Genangan air tertinggi terjadi di lingkungan RT 013, yaitu setinggi lutut. Rumah Triono (48) dan Haningsih, warga setempat, terendam air setinggi 40 cm.

Di Jakarta Selatan, Rabu sore, luapan air Sungai Pesanggrahan menggenangi Jalan Perdatam VI dan Perdatam VII. Genangan juga dijumpai di wilayah Kampung Baru V.

Menarik diperhatikan, di kawasan padat itu, beberapa bangunan baru justru dibangun tepat di tepi sungai tersebut. Salah satunya sebuah apartemen yang dibangun di sebelah Pasar Cipulir.

Beberapa perumahan mewah pun dibangun tak jauh dari tepi sungai tersebut. Sebagaimana kondisi sungai-sungai lain di Jakarta Sungai Pesanggrahan pun tak punya cukup sempadan yang dapat menampung limpahan air ketika debitnya meningkat.

Banjir ini tidak aneh jika melihat fakta, timbunan sampah masih menumpuk di banyak
lokasi. Sampah menyebabkan drainase tersumbat. Sumbatan ini terjadi di hampir sebagian besar di saluran penghubung Jakarta.

Sebanyak 416 ton sampah setiap hari menyesaki sungai, danau, waduk, dan situ. Adapun sampah yang terangkut dari kawasan itu 180 ton sampai 220 ton per hari.

”Percuma saja ada pembersihan, tetapi kesadaran warga tetap minim. Hampir semua sampah di drainase itu berasal dari limbah domestik warga Jakarta. Padahal, sudah ada 50 saluran kami bersihkan pertengahan November,” kata Kepala Unit Pengelola Badan Air, Taman, dan Jalur Hijau Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Budi Karya.

Bangunan liar

Selain kebiasaan warga membuang sampah di sungai, Pemprov DKI juga harus berhadapan dengan pemilik bangunan yang mendirikan bangunan di atas drainase. Persoalan lain adalah banyaknya tempat pembuangan sampah ilegal di bantaran sungai dan waduk.

”Kami perlu dukungan sepenuhnya dari warga, tanpa itu sulit membersihkan saluran dari sampah,” katanya.