Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Tinggi bagi Pemilik Kendaraan Lebih dari Satu

Kompas.com - 14/11/2013, 19:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Meledaknya jumlah kendaraan di Jakarta dianggap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai biang kerok kemacetan. Dia pun berencana merevisi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor sehingga nilai pajak progresif kendaraan, meningkat setinggi-tingginya.

"Pajak progresif kita naikan, pokoknya setinggi-tingginya," ujar Jokowi saat meninjau Taman Semanggi, Kamis (14/11/2013).

Pajak progresif adalah besaran pajak yang diterapkan untuk pembelian unit kendaraan lebih dari satu. Dalam Perda 8 tahun 2010, penerapan pajak kendaraan berjumlah 1,5 persen dari nilai jual kendaraan pertama, 2 persen dari nilai jual kendaraan kedua dan 4 persen dari nilai jual kendaraan ketiga, empat dan seterusnya.

Jokowi lebih jauh mengatakan saat ini Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pelayanan Pajak Jakarta, tengah menghitung berapa besaran nilai pajak progresif yang nantinya akan diterapkan. Namun, Jokowi mengakui jumlah yang diputuskan pihaknya belum lah nilai final.

Sebab, besaran itu harus melalui pembahasan di DPRD DKI dulu. Di sisi lain, Jokowi mengaku tak takut diprotes masyarakat atas kebijakannya tersebut. Mengingat, jumlah masyarakat kelas atas dan menengah di Jakarta cukup banyak.

Kelas itulah yang kerap membeli kendaraan, roda dua atau roda empat, lebih dari satu. "Tidaklah (tidak takut diprotes). Itu memang solusi kita," ujarnya.

Iwan Setiawandi, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI mengatakan, hingga saat ini, pihaknya telah menghitung besaran pajak progresif untuk kendaraan, yakni maksimal 8 persen. Usulannya yaitu pajak progresif akan menjadi sebesar 2 persen dari nilai jual untuk kendaraan yang pertama, pajak 3 persen dari nilai jual untuk kendaraan kedua.

Kendaraan ketiga yakni pajak 4 persen dari nilai jual kendaraan Kemudian untuk kendaraan keempat dan seterusnya, pajak dikenakan sebesar 8 persen dari nilai jual.

Namun, Iwan mengaku besaran pajak belum final lantaran harus melalui pembahasan di DPRD DKI terlebih dulu sebelum disahkan. "Kalau pembahasan di dewan lancar, kami harapkan pertengahan 2014 itu bisa dilaksanakan," ujar Iwan beberapa waktu lalu.

Iwan pun menegaskan, pajak progresif untuk kendaraan tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com