JAKARTA, KOMPAS.com --
Dengan menggunakan telepon pintarnya, Frederick Tanumihardja (12) membuat sorotan lampu yang diarahkan ke layar pementasan wayang berukuran miniatur. Dari balik layar, sorotan lampu itu membentuk siluet sepasang wayang kulit yang bergerak-gerak sendiri. Sementara itu satu wayang golek dari kayu memainkan gending. Semua bergerak sendiri, sementara Frederick hanya mengamati.

Pertunjukan wayang ini seluruhnya digerakkan oleh robot. Butuh waktu dua bulan bagi siswa SMP Cita Hati asal Surabaya, Jawa Timur, ini untuk membuatnya. Idenya berangkat dari pengalamannya saat mengunjungi Candi Borobudur.

”Semuanya saya rangkai sendiri,” kata siswa kelas I SMP ini.

Frederick bersama temannya, Rizky Priambodo (12), menjadi salah satu dari 400 tim perancang robot yang datang dari sekitar 20 negara di dunia, di World Robot Olympiad 2013, di Ecovention, Ancol Taman Impian, Jakarta Utara, Sabtu (16/11).

Meskipun temanya serius, tetapi anak-anak yang tampil dalam ajang kompetisi ini tampak asyik dengan kreasi buatan mereka masing-masing. Seorang remaja putri asal Bahrain dengan antusias menunjukkan robot buatannya yang berfungsi membagikan brosur pariwisata Pulau Komodo, Indonesia.

Just press the button, then the paper will come out,” kata remaja putri itu menunjukkan cara mengeluarkan kertas promosi wisata Pulau Komodo kepada pengunjung.

Ada beberapa arena pertunjukan yang digelar dalam kompetisi pembuatan robot ini. Di salah satu arena ditampilkan kemampuan beberapa robot berbentuk ular merayapi lantai berlapis karpet. Layaknya ular, robot ini juga memberi respons seperti ular saat didekati, yaitu bersikap akan mematuk.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang hadir di acara itu antusias mengamati dan mendengarkan penjelasan setiap peserta terkait robot yang ditampilkan. Menurut dia, anak-anak memang perlu dipacu daya kreativitasnya. ”Hanya masalahnya tak semua anak memiliki kesempatan seperti anak-anak yang ikut dalam kompetisi robot ini,” katanya.

Ibu Frederick, Marina (39), mengakui, dibutuhkan biaya besar untuk menunjang kreativitas anak semata wayangnya itu. Marina harus merogoh kocek pribadinya lebih dari Rp 5 juta untuk robot pertunjukan wayang yang dibuat anaknya itu.

Tinjau kurikulum

Oleh karena itu, kata Basuki, Pemerintah Provinsi DKI akan meninjau kembali kurikulum siswa sekolah. Peninjauan itu juga untuk melihat kembali belanja pendidikan yang belakangan ini diketahui tak sesuai sasaran, dan banyak yang tidak berguna.

Basuki memberikan contoh, Denmark merupakan salah satu negara yang menerapkan satu jam pelajaran, selama 15 menit di antaranya untuk bermain bagi anak-anak. ”Anak-anak yang main di lapangan akan lebih berkembang dan cerdas dibandingkan dengan anak yang cuma baca terus,” katanya.

Dubes Denmark Martin Hermann yang turut hadir bersama Basuki pun menjelaskan, sistem belajar di Denmark adalah learn and play, belajar dan bermain. ”Kreativitas anak didorong dengan selalu diberikan ruang bermain bagi mereka,” katanya.

Materi-materi kreativitas ini akan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Dengan demikian, tak ada lagi guru yang hanya memberikan pelajaran formal. ”Cuma masalahnya, guru-guru kita masih banyak yang belum siap,” kata Basuki.

(Madina Nusrat)