JAKARTA, KOMPAS.com
— Penambahan armada baru transjakarta dan angkutan umum awal tahun depan akan berdampak besar pada pola sistem transportasi Jakarta. Agar tak timbul kekacauan baru, harus disiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk integrasi antarmoda sejak awal.

Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto, Selasa (19/11), mengatakan, yang harus digarisbawahi adalah mewujudkan integrasi antarmoda. Bukan sekadar memberikan izin bagi bus umum untuk memakai jalur bus transjakarta. ”Saat melihat jalur bus transjakarta kosong karena kekurangan armada, padahal sterilisasi berhasil, memang awalnya tebersit ide agar semua bus umum memakai jalur itu agar efektif,” kata Yoga.

Ide serupa dilontarkan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan. Menurut dia, dengan sedikit penyesuaian, semua bus umum bisa semakin lancar mengangkut penumpang dan warga pun tertarik naik angkutan umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Tidak maksimal

Yoga melihat bus umum yang ada saat ini tidak memiliki spesifikasi seperti bus transjakarta. Akibatnya, memaksakan bus umum masuk jalur bus khusus memerlukan penyesuaian yang mungkin banyak menyerap energi dan dana, tetapi kualitas layanan tak terjamin. Penyesuaian yang dimaksud, antara lain, menyiasati letak dan tinggi pintu bus umum yang tidak sinkron dengan halte bus transjakarta.

Selain itu, sebagian besar bus umum yang beredar di jalanan sekarang juga tak memiliki standar keamanan dan kenyamanan. Jika ide ini tetap dilakukan, diyakini hasilnya tidak maksimal.

Di sisi lain, ITDP melihat dalam kurun waktu kurang dari satu bulan ke depan, sekitar 300 unit bus baru akan menambah jajaran bus transjakarta. Di awal 2014, pada Januari-Februari, menyusul datang 400 unit bus baru yang akan menambah jajaran angkutan bus sedang (sekelas metromini).

Tambahan armada baru itu men jadi momentum menerapkan sistem pelayanan langsung. Sistem pelayanan langsung ini pernah dipaparkan ITDP pada Desember 2012. Pelayanan langsung adalah penggunaan jalur khusus bus tidak hanya oleh bus transjakarta, tetapi juga bus umum lain. Dengan sistem ini, perjalanan penumpang lebih efektif karena bisa berganti moda di halte bus transjakarta. Setiap bus, baik transjakarta maupun bus umum, bisa berfungsi sebagai bus pengumpan. Agar sistem pelayanan langsung efektif, akses menuju halte bus transjakarta harus dipermudah dan diperluas

”Di Guangzhou, haltenya pajang, luas, dan terbuka. Untuk itu, diperlukan penambahan jalur dan bentuk halte yang berbeda dari sekarang. Hitung-hitungan kami, untuk revitalisasi total 25 halte dibutuhkan biaya sekitar Rp 450 miliar,” kata Karl Fjellstrom dari ITDP Guangzhou, China, Desember lalu.

Yoga menambahkan, untuk menerapkan pelayanan langsung di Jakarta, tidak perlu mengubah 12 rute bus transjakarta yang ada. Saat ini, infrastruktur yang dibutuhkan perlu disiapkan, mulai dari payung hukum hingga masalah teknis, seperti memodifikasi halte. Jika sistem pelayanan langsung dan akses terhadap bus transjakarta bisa dilaksanakan, jumlah penumpang yang terangkut saat ini sekitar 300.000 orang per hari bisa ditingkatkan menjadi 1 juta orang per hari dalam waktu satu tahun saja.
Tambah armada

Untuk meningkatkan kualitas layanan bus transjakarta dan angkutan umum reguler, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akhir pekan lalu melontarkan ide merangkul perusahaan besar.

Menurut Basuki, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bisa untuk membeli bus yang akan dikelola pemerintah. Usulan ini bisa jadi jalan keluar dari seretnya pengadaan bus oleh pemerintah karena terbentur peliknya masalah birokrasi dan terbatasnya anggaran.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, mengatakan, ide Basuki layak dipertimbangkan. Ia menegaskan, asal bermanfaat untuk publik, seharusnya bisa dilakukan. Namun, tetap harus dipastikan payung hukumnya.

”Secara kasar bisa dihitung, apakah bus yang diberikan itu sesuai nilai CSR. CSR, kan, sudah ada aturan jelasnya. Kalau memang nilai bus lebih besar daripada nilai CSR, bolehlah dikompensasi dengan pemasangan iklan perusahaan bersangkutan di badan bus. Kalau tidak, tidak perlu dipasang iklannya,” kata Andrinof.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Kamis (10/10), mengatakan, rencana pengadaan 1.000 bus untuk bus transjakarta dan 1.000 bus untuk angkutan bus sedang terkendala. Sampai akhir tahun ini, maksimal bisa terealisasi 300-400 bus baru.

Kendala aturan, antara lain, pengadaan bus harus melalui lelang yang butuh waktu. ”Kami punya uangnya pun tidak bisa langsung membeli. Itu yang akan kami perbaiki dan siasati pada tahun depan,” katanya. (NEL)