Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Gedung Sekolah di DKI Mudah Ambruk?

Kompas.com - 25/11/2013, 09:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan DKI Jakarta jadi sorotan. Sejak Joko Widodo serta Basuki Tjahaja Purnama menjabat menjadi Gubernur serta Wakil Gubernur Jakarta, lima bangunan SD (sekolah dasar) Ibu Kota ambruk. Tim penyelidik yang dibentuk, bagaikan penawar luka sementara saja, sedangkan inti penyakit bobroknya sistem di sana, tidak pernah tersentuh penyelidikan.

Catatan yang dihimpun Kompas.com, lima insiden sekolah ambruk yakni, SDN 03 Rawamangun pada Selasa (6/11/2012), SDN 02 Cijantung pada Rabu (21/11/2012), SDN 20 Kramat Jati pada Jumat (18/1/2013) serta yang terkini SDN 01 Pagi dan 02 Petang Rawa Terate pada Jumat (22/11/2013). SDN 03 Rawamangun dan SDN 02 Cijantung diketahui ambruk ketika menjalani proses renovasi. Sementara SDN 20 Kramat Jati, SDN 01 Pagi dan 02 Petang Rawa Terate masih proses proses renovasi. Beruntung, insiden tersebut seluruhnya terjadi saat kelas kosong dan tak ada kegiatan belajar mengajar.

Divisi Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch atau ICW, Febri Hendri, menegaskan, proyek rehabilitasi bangunan sekolah di Ibu Kota memang kerap mnjadi bancakan oknum pegawai negeri sipil Dinas Pendidikan Jakarta. Proses lelang pengadaan barang serta jasa adalah pintu masuk para PNS kongkalikong di sana.

"Banyak pemborong dan kontraktor tidak layak, itu-itu saja dari proyek ke proyek, enggak pernah ganti. Kita pernah datangi (kantor kontraktor yang menangani proyek salah satu sekolah ambruk), abal-abal, kantornya hanya kecil dengan papan nama biasa," ujarnya kepada wartawan pada Minggu (24/11/2013).

Kongkalikong pun, lanjut Febri, tidak berhanti pada saat proses lelang barang serta jasa saja. Bahkan, usai ambruk pun, seluruh pihak yang terlibat tampak main aman. Tim penyelidikan yang dibuat Dinas Pendidikan paling-paling hanya mengevaluasi pemegang proyek serta memberikan batas waktu untuk memperbaiki lagi kerusakan yang timbul, meski unsur pidana menyengat tercium. Alhasil, kehebohan terjadi selang beberapa hari pascakejadian saja. Sisanya? Tenggelam dalam jawaban "masih dalam proses penyelidikan" para pimpinan satuan kerja perangkat daerah DKI.

Febri melanjutkan, pada titik inilah seharusnya peran orangtua murid bermain. Para wali murid seharusnya ikut memantau proses pembangunan di sekolahnya. Jika memang ditemukan indikasi kuat pelanggaran, mereka bisa melaporkannya agar ditindaklanjuti.

"Ketika sudah kejadian, Polisi dan Kejaksaan juga harusnya ikut turun tangan dalam penyelidikan. Investigasi, penyebabnya apa, siapa yang bertanggung jawab, apakah ada spesifikasi bangunan yang dikurangi. Kalau ada kesengajaan untuk memperkaya diri sendiri dan menyebabkan kerugian negara, dijerat dengan tindak pidana korupsi. Kalau lalai, pidana. Ini enggak main-main," tuturnya.

Tidak ada kongkalikong

Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Taufik Yudi Mulyanto diketahui belum bisa dikonfirmasi soal banyaknya bangunan sekolah yang ambruk. Mengingat seluruh bangunan ambruk berada di Jakarta Timur, Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur Nasrudin menegaskan, renovasi sekolah-sekolah yang ambruk ditangani suku dinas. Ia yakin tak ada kongkalikong dan seluruh proses pengadaan barang dan jasa telah sesuai prosedur yang ada.

"Kalau memang terbukti ada unsur pidana seperti kesalahan dan kelalaian, ya pasti terjerat pidana," ujarnya.

Namun, Nasrudin mengaku tidak mengetahui detail pemeriksaan tersebut. Pasalnya tim pemeriksa bukanlah dari Dinas Pendidikan atau Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Timur, melainkan dari Dinas Perumahaan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta.

Nasrudin mengaku telah memanggil tim pelaksana proyek renovasi 20 sekolah lainnya di Jakarta Timur agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, dalam beberapa kesempatan pun meyakini peristiwa serupa tak terulang.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah merancang sistem electronic-catalog, di mana meminimalisir sebuah proyek mnjadi bancakan oknum PNS.

Evaluasi, ganti!

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta William Yani mengatakan, sudah selayaknya Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta mengevaluasi kepala dinas pendidikan. Jika yang bersangkutan tidak bekerja sesuai dengan standard sang gubernur dan wakil gubernur, layak untuk diganti.

"Kan standar pak gubernur sudah jelas. Kalau enggak benar ya ganti saja. Percuma sistemnya nanti diperbaiki, tapi sumber daya manusianya enggak benar, dua-duanya harus benar," ujarnya.

Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwana Yoga, juga berpendapat demikian. Banyak kepala SKPD, bahkan hingga lurah serta camat tidak mampu mengikuti ritme kerja Jokowi-Basuki. Maka tak heran, meski kebijakan pimpinan telah memiliki arah yang jelas, namun tak dapat disambut oleh para anak buah.

Apa yang terjadi? Ya ambruknya sekolah adalah salah satunya. "Jakarta baru seperti yang dicita-citakan Jokowi-Basuki tidak akan pernah terwujud tanpa SDM PNS yang baik," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com