JAKARTA, KOMPAS.com
— Polres Metro Jakarta Selatan menahan lima pelajar SLTA yang kembali tawuran dan tertangkap tangan membawa senjata tajam. Para pelajar tersebut sebelumnya melakukan perbuatan yang sama, tetapi tidak diproses hukum. Mereka hanya diberi pembinaan dan diharuskan membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatan tersebut.

”Mereka menjadi tahanan kepolisian sejak Selasa karena terlibat tawuran dan tertangkap tangan membawa senjata tajam,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, Rabu (27/11).

Kelima pelajar itu adalah R alias V dengan barang bukti arit kecil, NA dengan barang bukti senjata jenis kelewang panjang, EI dengan barang bukti celurit panjang, serta Ri dan Fi dengan barang bukti dua bilah pisau.

Menurut Rikwanto, mereka ditangkap dengan barang bukti senjata tajam di sejumlah tempat berbeda. Para pelajar itu berusaha kabur dari kejaran petugas kepolisian dan masyarakat. Sebagian ditangkap masyarakat dan sebagian lagi diamankan petugas kepolisian.

Para pelajar itu dikejar karena hendak tawuran di kawasan Bulungan, Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin sore. Lima pelajar itu akhirnya tertangkap.

Rikwanto menambahkan, para pelajar yang tertangkap itu sebelumnya pernah melakukan hal yang sama, yakni melakukan tawuran. Saat itu, mereka tidak ditahan karena pertimbangan mereka adalah pelajar dan ada jaminan dari orangtua untuk mengawasi perilaku mereka.

Mereka hanya dinasihati dan diharuskan membuat surat pernyataan yang ditandatangani dengan menyatakan penyesalan dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.

”Faktanya, mereka tertangkap polisi dan warga karena membawa senjata tajam untuk mereka gunakan dalam tawuran,” katanya.

Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, hukuman untuk anak-anak yang terlibat tawuran selama ini belum mampu menyelesaikan masalah. Menurut dia, pendekatan bagi anak-anak yang melakukan tindakan kriminal tersebut adalah dengan pembinaan.

Semua pihak yang berkepentingan, lanjutnya, harus duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan tawuran pelajar yang terus terjadi.

”Harus dicari cara bagaimana memutus mata rantai tawuran di sekolah-sekolah itu. Salah satu masalahnya, kan, karena kuatnya senioritas sehingga banyak pelajar yang terpaksa ikut tawuran karena takut senior. Nah, kita harus duduk bersama bagaimana memutus hal ini,” ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Satgas Komisi Perlindungan Anak Indonesia M Ikhsan menambahkan, anak atau pelajar yang terlibat tindakan kriminalitas harus direhabilitasi.

”Dengan rehabilitasi, kita bisa tahu perkembangan anak tersebut,” ujarnya. (RTS/RAY)