JAKARTA, KOMPAS.com — 
Sepanjang 2013, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar 97 festival berskala lokal hingga internasional. Rangkaian event itu bertujuan menghibur warga Ibu Kota sekaligus menghidupkan ruang-ruang publik. Warga diajak berpartisipasi untuk menopang ekonomi kreatif.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan, jumlah festival pada tahun ini sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Festival itu rata-rata berlangsung pada akhir pekan dengan durasi dua-lima hari.

”Semakin banyak orang yang berpartisipasi, maka semakin bagus. Artinya program pembangunan makin banyak tersosialisasi pula ke warga,” kata Arie, Sabtu (14/12), di Jakarta.

Terkait hal ini, Pemprov DKI Jakarta menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi. Warga memiliki kesempatan mengikuti pelatihan untuk mengikuti rangkaian festival.

Selain itu, rangkaian festival di Jakarta digelar untuk membangkitkan kegiatan ekonomi kreatif warga. Mereka yang terlibat bisa mendapatkan keuntungan tidak langsung dari acara. Gubernur DKI Joko Widodo beberapa kali ingin mencari karakter kota dengan mencari citra yang tepat. Salah satunya adalah menjadikan Jakarta sebagai kota festival.

Kemacetan

Jakarta berpotensi menjadi pusat pertunjukan dan festival. Infrastruktur berupa penginapan, lapangan, dan gedung. Bahkan sarana pendukung dinilai memadai untuk tingkat internasional. Sayangnya, penyelenggara dan peserta kerap mengeluhkan kemacetan lalu lintas.

Direktur Jakarta World Music Festival Franki Raden mengatakan, selain pendukung jasa wisata yang relatif memadai, Jakarta memiliki potensi karena keragaman budaya warganya. Jakarta menjadi tempat bertemunya seluruh etnis dan kebudayaan di Indonesia.

”Secara umum tempat penyelenggaraan, penginapan, dan jalan relatif memadai, bahkan untuk kelas internasional. Hanya kemacetan lalu lintas yang sering dikeluhkan peserta dan tamu dari luar negeri,” kata Raden menjelang pembukaan Jakarta World Music Festival (JWMF) di Pasar Seni Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, kemarin.

Festival musik tersebut menjadi forum bagi pemusik khas. ”Orang-orang luar negeri di Indonesia tertarik dengan keotentikan musik etnis. Mereka haus dengan kebudayaan dan alternatif musik yang khas. Tahun depan, kami rancang kegiatan serupa yang lebih besar,” ujarnya.

Panitia JWMF 2013 mengundang grup-grup musik dari dalam dan luar negeri. Mereka antara lain Nera (Gilang Ramadhan), Gambang Kromong, Marawis, Ayu Laksmi, Debu, Helga Fusion Band (Hongaria), Supakalulu (Zimbabwe), Vieux Cissokho (Senegal), Kunokini (Jakarta), Anello Capuano (Italia), Sparkalize (Amerika Serikat), Kolintang Kawanua (Indonesia), Sasando Gong (Indonesia), Gondang (Batak), dan Samsara.

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta menggelar Unjuk Laga Atraksi Panggung (ULAP), sebuah perhelatan pentas seni dan budaya Betawi, di kawasan Kanal Banjir Timur, Cipinang, Jakarta Timur, 14-15 Desember. ULAP memberi kesempatan bagi seniman Betawi, utamanya yang berada di sekitar Kanal Banjir Timur untuk tampil.

Sejumlah kegiatan yang ditampilkan antara lain lomba palang pintu, lenong, dan tari-tarian. Ada pula pentas wayang golek betawi, pemutaran film Si Pitung dan Si Doel Anak Sekolahan versi Benyamin S, serta workshop tentang budaya.

ULAP tidak saja menampilkan kegiatan seni, tetapi juga sejumlah makanan tradisional khas Betawi, seperti kerak telor, bir pletok, dan es selendang mayang.

Sebelum ULAP resmi dibuka, Sabtu pagi, sekitar 100 anggota Marinir TNI AL turun ke sekitar sungai untuk membersihkan sampah.

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Ahmad Gazali mengatakan, kegiatan ini diharapkan memunculkan efek ganda selain melestarikan kebudayaan. Efek yang dimaksud adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan sungai.