BOGOR, KOMPAS.com
— PT Kereta Api Indonesia (Persero) segera membangun jembatan penyeberangan di Stasiun Cilebut, Cilebut Timur, Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pembangunan prasarana untuk memenuhi tuntutan warga yang berunjuk rasa dan memblokade jalur dua kereta rel listrik di Stasiun Cilebut, Selasa (17/12/2013).

Aksi warga didorong kebijakan KAI yang membatasi pemakaian pelintasan di bagian tengah Stasiun Cilebut. Warga amat keberatan jika setiap melintas harus membayar Rp 2.000 dengan diberikan tiket harian berjaminan (THB). Selain akses ke stasiun, pelintasan menghubungkan antara permukiman dan puskesmas, kantor desa, pasar, pertokoan, pangkalan ojek, dan angkutan kota di Jalan Cilebut Bojong Gede.

Warga yang pejalan menolak memutar lewat pelintasan sebidang yang berjarak 500 meter dari ujung peron utara stasiun. Jika memutar, warga harus jalan lebih kurang 1 kilometer dan menghabiskan waktu.

Warga keberatan jika sekali melintas lewat stasiun harus bayar. Padahal, pembatasan pemakaian pelintasan bertujuan agar stasiun steril, kecuali untuk penumpang KRL commuter line.

Akibat unjuk rasa itu, dua commuter line tujuan Jakarta Kota dari Bogor tertahan 5-10 menit di jalur dua. Selanjutnya, sembilan KRL dari arah Bogor atau dari arah Bojong Gede bergantian memakai jalur satu selama warga menduduki jalur dua. Ada keterlambatan perjalanan 5-10 menit untuk setiap KRL. Blokade jalur dua berakhir pukul 11.45 saat pertemuan antara KAI, warga, dan Musyawarah Pimpinan Kecamatan Sukaraja berakhir. Kedua jalur pun bisa kembali dilintasi commuter line.

Dalam pertemuan membahas tuntutan unjuk rasa, warga mengutarakan pernah bersitegang dengan petugas stasiun. Beberapa waktu lalu, ada warga tergesa-gesa karena membawa perempuan yang akan melahirkan ke puskesmas. Namun, petugas tetap meminta warga membayar terlebih dahulu.

”Yang darurat seperti itu seharusnya petugas tidak kaku,” kata Kepala Hubungan Masyarakat KAI Daerah Operasi I Jabodetabek Sukendar Mulya seusai pertemuan.

Stasiun memang harus steril dari keberadaan non-penumpang. Namun, saat ada hal-hal darurat menyangkut keselamatan warga, petugas bisa berimprovisasi menolong.

Sukendar mengatakan, KAI memahami bahwa warga memandang keberadaan pelintasan orang yang memotong stasiun itu mutlak diperlukan. Jika ditutup dan warga dipaksa memutar, unjuk rasa dan blokade yang mengganggu perjalanan KRL bisa terjadi lagi. Untuk itu, KAI segera menentukan lokasi pembuatan jembatan penyeberangan sebagai pengganti pelintasan di bagian tengah. (BRO)