"Tadi diperiksa sebagai saksi laporan dugaan pelanggaran dibidang hak cipta yang diajukan pihak Ibu Rahma (Rachmawati)," kata Rivai, saat dihubungi wartawan, Kamis malam.
Rivai mengatakan, kliennya itu ditanya penyidik terkait bagaimana proses pembuatan film Soekarno. Penyidik juga menanyakan seputar siapa saja yang terlibat sejak awal proses pembuatan film itu.
"Jadi, ditanya bagaimana perjalanan pembuatan film, prosesnya bagaimana, dan siapa saja yang terlibat," ujar Rivai.
Kepada penyidik, lanjutnya, Hanung menjelaskan tahapan pembuatan film itu dimulai dari pembentukan forum group discussion (FGD). Lebih lanjut, dilakukan pertemuan FGD di Bogor yang dihadiri dari berbagai pihak, seperti sejarawan, bagian perfilman, penulis skenario, sutradara, tenaga ahli, serta lainnya.
"Jadi, untuk membedah bagaimana kehidupan Soekarno," ujar Rivai.
Dalam perjalanannya, lanjutnya, awal persoalan yang terjadi antara kliennya dan Rachmawati ialah dari tidak terdapatnya kata sepakat dalam penentuan artis yang akan memerankan tokoh Soekarno sebagaimana tertuang dalam surat pengunduran diri Rachmawati tertanggal 8 Juni 2013.
Hanung memilih Aryo Bayu, sementara Rachmawati memilih Anjasmara. Namun, Rivai mengatakan, dari sana kemudian berkembang, bergeser menjadi seolah-olah terjadi pelanggaran hak cipta oleh pihak Hanung Bramantyo maupun Ram Punjabi.
Hanung dituduh menjiplak karya pagelaran opera Mahaguru oleh Rachmawati. Sementara pihak Hanung menegaskan bahwa film Soekarno sangat jauh berbeda dengan pagelaran opera Mahaguru pihak Rachmawati.
"Silakan dibandingkan di filmnya, sangat jauh. Mereka telah membangun kariernya berpuluh-puluh tahun dengan memegang teguh nilai-nilai etik dan profesional. Kalau selama ini mereka melakukan pelanggaran hak cipta, tentunya karier dan usaha mereka sudah lama jatuh," ujar Rivai.
Selain itu, ia mengatakan, pencipta film Soekarno adalah Hanung dan Ben Sihombing. Sementara hak cipta berada pada PT Tripar Multivision Plus yang telah didaftarkan di Ditjen HKI tertanggal 21 Mei 2013.
Menurut Rivai, film Soekarno saat ini tetap tayang karena Penetapan Pengadilan Niaga Nomor 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 11 Desember 2013 lalu hanya meminta menghentikan penyiaran dua adegan yang dipermasalahkan sebagaimana tercantum dalam skrip halaman 35 yang diajukan pihak Rachmawati.
"Film tersebut tetap dapat beredar karena tidak menayangkan kedua adegan tersebut. Hal mana menunjukkan juga bahwa dalil yang dikemukakan pihak Rachmawati tidak terbukti kebenarannya, yang seolah-olah terdapat kedua adegan tersebut dalam film Soekarno," ujar Rivai.
Rivai menyatakan, kliennya kecewa dengan tuduhan pelanggaran hak cipta tersebut. Untuk itu, ia mengatakan laporan dan gugatan hak cipta ini lebih kepada character assasination. Pihaknya menyatakan akan tetap mengikuti proses hukum tersebut.
"Tuduhan hak cipta ini kita hadapi serius karena ini tidak main-main dan cukup menyakitkan buat kami. Untuk kalangan sineas, tuduhan ini harus dijawab," ujarnya.