JAKARTA, KOMPAS.com —
Aparat penegak hukum belum siap menerapkan denda maksimal Rp 500.000 kepada para sopir angkutan umum yang ngetem sembarangan. Akibatnya, sopir tidak pernah kapok memberhentikan kendaraan di tempat terlarang sehingga jalanan Jakarta tetap macet.

Angkutan penumpang yang ngetem itu mengurangi kapasitas jalan. Ini cermin budaya tidak tertib karena itu kami mengusulkan agar mereka yang ngetem mendapat denda maksimal,” kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Udar Pristono, Rabu (25/12), di Jakarta.

Pihaknya ngotot mendorong penerapan denda maksimal oleh penegak hukum agar kemacetan lalu lintas, terutama di persimpangan, bisa terurai. Adapun dasar hukum pemberlakuan sanksi mengacu pada Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

”Ada atau tidak ada rambunya, ngetem di persimpangan tidak diperbolehkan. Undang-undang sudah jelas menerangkan hal itu,” kata Pristono.

Sanksi denda maksimal untuk angkutan yang ngetem diusulkan satu paket dengan sanksi serupa untuk penerobos jalur bus transjakarta, parkir di badan jalan, dan pengendara yang melawan arus lalu lintas.

Hanya, untuk sementara ini pemberlakuan denda maksimal baru berjalan pada penyerobot jalur transjakarta. Empat persoalan di atas, katanya, menjadi pemicu utama kemacetan lalu lintas Ibu Kota.

”Kami memohon kesepahaman aparat untuk mendukung program ini,” kata Pristono.

Menurut Pristono, belum semua aparat siap dengan pemberlakuan denda maksimal tersebut. Berkali-kali Dinas Perhubungan DKI Jakarta menggelar rapat koordinasi dengan aparat terkait, tetapi baru penerobos lajur bus transjakarta yang mulai diterapkan sanksi denda maksimal.

Aparat penegak hukum yang dimaksud adalah kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.

Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sambodo Purnomo mengatakan, kepolisian sudah menilang sopir angkutan umum yang ngetem di tempat terlarang. Penindakannya mulai dari mengusir dan memerintahkan sopir angkutan meneruskan perjalanannya sampai menjatuhkan tilang. ”Sudah banyak yang kami tilang,” katanya.

Sambodo mengakui saat ini baru penerobos jalur transjakarta yang didenda maksimal. Penerapan denda maksimal untuk jenis pelanggaran lain perlu koordinasi lebih jauh dengan aparat kehakiman, kejaksaan, dan kepolisian.

Di Jakarta saat ini ada 18.831 angkutan umum yang terdaftar beroperasi di 253 trayek. Angkutan umum tersebut belum termasuk ribuan kendaraan yang beroperasi, tetapi tidak tercatat di Dinas Perhubungan DKI.

Dari pantauan, nyaris di semua ruas jalan yang menjadi tempat angkutan kota ngetem sembarangan macet. Di perempatan Slipi, misalnya, mikrolet sering menyebabkan kemacetan. Mereka dengan seenaknya berhenti menunggu penumpang di ujung Jalan Palmerah Utara sehingga menghambat arus kendaraan yang mengarah ke Palmerah. Hal yang sama terlihat di Jalan Jati Bunder, Tanah Abang. (RTS/NDY/RAY)