JAKARTA, KOMPAS.com
 — Tidak semua orang bisa mengendarai bus, apalagi bus tingkat. Namun, pemeo itu tidak berlaku bagi 13 perempuan pengemudi bus wisata DKI Jakarta. Mengemudikan kendaraan berukuran besar, dengan panjang 11,3 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 4,2 meter, di antara kepadatan lalu lintas kota Jakarta bukan hal yang mudah.

”Asal dinikmati, semua tidak terasa berat,” kata Lorensia, salah satu pengemudi bus, Senin (24/2).

Sejak pukul 09.00, Lorensia dan kawan-kawan mengemudikan bus tingkat dengan rute Bundaran HI-Sarinah-Museum Nasional-Santa Maria-Pasar Baru-Gedung Kesenian Jakarta-Istiqlal-Istana-Monumen Nasional-Istana-Balai Kota. Pagi itu, ada 10 penumpang, terdiri dari tujuh turis asing asal Jerman, Inggris, Kanada, dan Brasil, serta tiga turis lokal asal Jakarta.

Selama 45 menit bus melaju dengan rute sejauh 12 kilometer. Walaupun jalanan terlihat padat dengan kendaraan bermotor, pengemudi bus tingkat tetap menjalankan bus dengan tertib.

Emy, salah satu pengemudi, tidak merasa terganggu oleh kepadatan lalu lintas. Dia lebih khawatir apabila hujan mengguyur Kota Jakarta karena banyak ranting pohon jatuh dan kabel listrik yang menjulur ke bawah sehingga membahayakan penumpang. Menyiasati itu, dia akan membawa bus ke tengah jalan sehingga ranting dan kabel listrik tidak mengenai atap.

Emy merasa tertantang mengemudikan bus tingkat karena berbeda dengan bus transjakarta yang memiliki jalur khusus, bus tingkat harus menembus kemacetan Ibu Kota. Selain ingin mendapatkan tantangan baru, pengemudi bus tingkat yang seluruhnya perempuan ini mengaku lebih santai melakukan pekerjaannya. Mereka bebas berkeliling dalam rute yang sudah ditentukan tanpa perlu diburu waktu. ”Namanya orang wisata, ya, maunya santai, jadi nyupir-nya juga santai,” kata Emy sambil memoleskan lipstik di bibirnya, sebelum bertugas.

Untuk menjalankan bus tingkat, pengemudi harus memiliki disiplin yang baik dan memahami instrumen bus, seperti kondisi pedal gas, kopling, rem, dan pendingin udara. Jika sewaktu-waktu terjadi kerusakan, pengemudi bisa segera mengatasi. Mereka juga wajib mengantongi SIM B2 Umum.

Tidak ugal-ugalan

Menurut Duanita R Soemaryo, seorang pengemudi yang juga koordinator pengemudi, Pemprov DKI sengaja memilih perempuan menjadi pengemudi. Mereka dianggap memiliki sikap keibuan, santun, dan sabar, sehingga mampu mengemudikan bus dengan lebih tertib.

Menurut pengalamannya sebagai pengemudi bus transjakarta, perempuan memiliki sikap menghargai penumpang. ”Kalau lihat anak-anak, pengemudi perempuan lebih pengertian, dan tidak ugal-ugalan,” kata Duanita.

Bagi Duanita sendiri, bisa mengemudikan bus tingkat merupakan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. ”Setahun lalu saya bilang ke teman-teman, saya ingin Jakarta memiliki bus tingkat seperti di luar negeri.”

Baginya, bus tingkat yang difungsikan sebagai bus wisata adalah gambaran kota yang ramah terhadap manusia. Dengan bus wisata ini, turis asing dan lokal dapat menikmati keunikan kota dengan lebih nyaman.

Turis dapat melihat-lihat bangunan bersejarah dari kaca bus yang berukuran besar. Mereka juga bisa memahami sejarah Kota Jakarta melalui penjelasan dari pemandu wisata.

Setelah bus terparkir, Duanita membagikan makanan dalam kotak kepada para pengemudi. Baru lima menit bus terparkir, belasan turis lokal berdiri di depan pintu bus. ”Sebentar ya, lagi istirahat,” kata Duanita.

Tiga puluh menit kemudian, antrean makin panjang. Duanita pun menyuruh para pengemudi bersiap di balik setir masing-masing. Duanita melihat arlojinya. Pada interval waktu 5 menit, Duanita mengarahkan agar bus kembali berjalan. ”Ayo-ayo jalan.... Sudah banyak yang menunggu...” (A14)