JAKARTA, KOMPAS.com - Kehadiran bus ”baru tapi bekas” menodai upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbaiki pelayanan bus transjakarta sebagai basis transportasi massal yang dapat diandalkan.

Diduga ada indikasi kecurangan dokumen dalam tender dan proses lelang, seperti penggelembungan harga dan pemenang tender yang telah ditentukan. Hingga kini, Inspektorat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih melakukan pemeriksaan.

Jumlah penumpang bus transjakarta yang meningkat, sejak 2004 hingga kini, memberi harapan sekaligus pekerjaan rumah bagi Pemprov DKI Jakarta. Keberadaannya sebagai moda transportasi massal diharapkan menjadi salah satu cara untuk mengurai kemacetan kota Jakarta. Namun, hal ini juga menjadi pekerjaan rumah karena Pemprov DKI Jakarta harus segera menyediakan armada tambahan bus transjakarta.

Sayangnya, niat Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan kapasitas lewat penambahan bus baru harus tersandung kasus ”bus baru tetapi kondisi seperti bekas” sehingga menimbulkan masalah baru. Kekisruhan berawal dari temuan lima dari 90 bus transjakarta dan 10 dari 18 unit bus kota terintegrasi bus transjakarta (BKTB) yang mengalami kerusakan pada beberapa komponen, sehari setelah diluncurkan penggunaannya.

Onderdil bus bermasalah, seperti fanbelt putus, AC tidak berfungsi dengan baik, spidometer tidak berfungsi, radiator dan tutup filter oli berkarat, dan pintu otomatis macet. Bus-bus yang bermasalah merupakan pasokan dari agen tunggal pemegang merek (ATPM) PT San Abadi, vendor dari PT Saptaguna Dayaprima.

PT San Abadi berkilah bus berkarat terjadi saat proses pengapalan. Pada saat terapung di lautan dalam cuaca badai, proses korosi komponen bus-bus terjadi. Namun, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan, kondisi mobil berkarat pada saat pengiriman hanya mungkin terjadi apabila kendaraan tidak dilengkapi dengan anti karat, seperti lilin yang melapisi bodi kendaraan pada saat dikapalkan.

Buntutnya, Gubernur DKI Joko Widodo mencopot Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Udar Pristono. Pemprov DKI memutuskan untuk tidak melunasi pembayaran bus yang rusak. Inspektorat DKI ditunjuk untuk menyelidiki kasus itu, mulai dari pelaksanaan lelang hingga spesifikasi bus.

Menilik ke belakang, indikasi kecurangan pengadaan bus transjakarta pernah terjadi pada 2003-2004. Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mengusut pengadaan bus untuk bus transjakarta Koridor I jurusan Blok M-Kota oleh Dishub DKI pada 2003-2004. Saat itu, KPK menetapkan mantan Kepala Dishub DKI Jakarta Rustam Effendy Sidabutar sebagai tersangka. Diduga, ada penggelembungan harga dalam lelang pengadaan bus.

Lelang bus

Tahun 2013, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pengadaan sekitar 310 bus transjakarta dan 346 BKTB. Dishub DKI Jakarta menjadi pemegang kuasa anggaran sekaligus panitia lelang pengadaan bus transjakarta. Proses lelang dilakukan dalam 10 paket, terdiri dari lima paket bus gandeng (articulated bus) dan lima paket bus single. Masing- masing paket bus gandeng terdiri dari 30 unit dengan pagu anggaran per paket sebesar ± Rp 120 miliar. Sementara itu paket bus single terdiri dari tiga paket masing-masing 36 unit, dan dua paket masing-masing 35 unit. Proyek pengadaan ini mencapai nilai Rp 848 miliar.

Spesifikasi teknis ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012. Spesifikasi bus direncanakan oleh BPPT, antara lain memiliki dek tinggi, bahan bakar gas, memiliki tangki compressed natural gas (CNG) tipe IV atau terbaru. Bus diperbolehkan completely build up (CBU) atau completely knock down. Peserta lelang harus perusahaan pembuat bus, karoseri, atau importir.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menginstruksikan pembelian bus transjakarta agar dibeli lewat e-purchasing atau melalui e-catalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Semua peserta lelang wajib membuat penawaran melalui cara ini. Selanjutnya, pemenang lelang harus memenuhi spesifikasi dan tenggat dalam kontrak paling lambat 15 Desember 2013.

Pemenang tender pengadaan bus transjakarta adalah PT Industri Kereta Api, PT Ifani Dewi, PT Putera Adi Karyajaya, PT Adi Teknik Equipindo, PT Korindo Motors, PT Mobilindo Armada Cemerlang, dan PT Putriasi Utama Sari. Hampir semua pemenang tender mengusung merek kendaraan dari China.

Inspektorat menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan bus. Berdasarkan hasil investigasi, kecurangan ditemukan pada dokumen-dokumen terkait lelang bus, di antaranya penggelembungan harga dan pemenang tender yang telah ditentukan. Inspektorat menemukan adanya dokumen proses tender yang salah. Dokumen tender yang dimaksud adalah dokumen peserta lelang dari beberapa ATPM. Pemeriksaan dilakukan dengan cara memanggil pejabat Dishub Provinsi DKI Jakarta, agen pemegang merek, dan memeriksa kondisi fisik bus.

Pemprov DKI kini meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit hasil pemeriksaan Inspektorat. Selain itu Pemprov DKI akan melibatkan pemeriksa dari kejaksaan dan kepolisian.

Kendali dan kontrol

Belajar dari bus baru yang berkarat, menjadi penting untuk kembali memperhatikan kendali dan kontrol dalam proses lelang. LKPP menilai ada persyaratan dalam lelang bus transjakarta yang aneh, yakni disertakannya surat izin usaha perdagangan (SIUP) dalam syarat lelang. Terdapat empat tingkatan elemen peserta lelang dalam pengadaan bus, yakni produsen-agen tunggal-distributor-reseller.

Dengan syarat SIUP, yang dapat ikut lelang hanya distributor dan reseller sehingga harga jadi lebih mahal. Bahkan lebih parah, muncul makelar. Syarat SIUP menutup kemungkinan produsen dan agen tunggal pemegang merek ikut langsung dalam lelang karena mereka tidak memiliki SIUP. Padahal, syarat ini tidak pernah diatur dalam PP Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Keberadaan syarat SIUP kerap dicurigai sebagai modus untuk penggelembungan harga.

Uji tipe dan uji kelaikan independen terhadap bus transjakarta dan BKTB yang baru sudah selayaknya menjadi keharusan. Langkah ini menjadi penting karena standar mutu produk yang tidak dipatuhi dapat menjadi penyebab bus berkarat. Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pihak yang berwenang melaksanakan uji tipe dan uji kelaikan bus baru tersebut adalah Kementerian Perhubungan. Namun, terkait kasus ini, BPPT dimungkinkan turun tangan supaya pengujian lebih independen. (Litbang "Kompas")