Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Saya Betul-betul "Ngamuk" Luar Biasa

Kompas.com - 12/03/2014, 09:01 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah beberapa bulan tidak "meledak-ledak" dalam rapat, pada Selasa (11/3/2014) kemarin, emosi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali tersulut.

Kemarahan Basuki meledak ketika mengetahui ada tiga perusahaan yang ingin menyumbang transjakarta, tetapi dipersulit secara administrasi oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sehingga bantuan akhirnya tertunda hingga delapan bulan, dari Agustus 2013-Maret 2014.

Ketiga perusahaan itu, masing-masing menyumbang 10 unit transjakarta, yakni Telkomsel, Ti-phone, dan Roda Mas.

"Saya betul-betul mengamuk luar biasa ini," ujar Basuki seraya menarik panjang napas panjang.

Dalam pertemuan dengan pihak swasta itu juga, Dinas Perhubungan DKI Jakarta tak luput dari kekesalan Basuki. Pria yang akrab disapa Ahok itu tak habis pikir, Dishub DKI lebih memilih menggunakan bus China dengan kualitas yang tidak bagus ditambah pelaksanaan tender yang rumit daripada menerima sumbangan bus yang mereknya sudah ternama seperti Hino.

Berulang kali, telunjuk dan mata Basuki mengarah kepada Kepala BPKD Endang Widjajanti, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi, dan Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Wiriyatmoko.

Mendengar Basuki yang terus berbicara dengan nada tinggi, Endang hanya menunduk dan sesekali melirik Basuki yang ada di depannya. Sementara itu, Iwan berulang kali melepas kacamata, mengusap muka dengan kedua tangannya, dan menghela napas panjang.

Hal lain yang membuat Basuki menggeleng-gelengkan kepala adalah perusahaan masih diharuskan membayar pajak reklame jika ingin memasang iklan di badan bus. Endang berpendapat, pajak reklame itu harus dibayarkan agar tidak mengalami kerugian negara.

"Saya baru tahu Pemprov (DKI) nih gilanya luar biasa gendeng. Orang mau menyumbang mesti dipersulit. Ini mereka (swasta) menyumbang, bos! Enggak pakai APBD, mereka sumbang. Anda butuh bus kan? Giliran ada yang mau menyumbang bus, kenapa ditolak? Lebih suka pakai bus China yang baru datang sudah karatan. Biar seluruh dunia tahu, orang Pemprov DKI gendeng-gendeng. Sumbang bus dikenakan pajak, heran saya cara berpikirnya," tegas Basuki lagi.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi menganggap Basuki hanya salah paham dengan regulasi yang ada terkait penetapan pajak reklame.

Menurut Iwan, pajak tersebut tidak dibayarkan oleh para penyumbang kepada Pemprov DKI. Namun, Pemprov DKI hanya memotong pajaknya sesuai dengan nilai sumbangan tersebut.

Iwan melanjutkan, seluruh regulasi diatur oleh BPKD, sementara Dinas Pelayanan Pajak hanya menerima pajak yang telah dibayarkan.

Lebih lanjut, ia menegaskan, sumbangan dikenai pajak iklan, tetapi disesuaikan dengan nilai bus tersebut. Misalnya, apabila harga bus tersebut mencapai Rp 1,5 miliar per unit dan pajaknya Rp 100 juta per tahun, maka perusahaan tersebut tidak membayar pajak iklan selama 15 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com