"Keppres yang lama itu bertentangan dengan UUD, cuma zaman dulu orang tidak berani mengujinya. Saya kira tepat setelah 10 tahun menjabat, Pak SBY mencabutnya sebelum turun," kata pria yang akrab disapa Ahok itu, di Balaikota Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Basuki menilai, kata China lebih merujuk pada negara Republik Rakyat China. Padahal, kata dia, warga Tionghoa bukan warga negara tersebut. Sementara itu, lanjutnya, istilah Tjina/Cina mengandung unsur negatif karena lebih mengingatkan orang pada tindakan diskriminatif yang pernah dialami warga Tionghoa selama berpuluh-puluh tahun.
"Orang keturunan apapun kalau lahir di Indonesia ya orang Indonesia asli. Kata Cina dulu awalnya digunakan orang Jepang untuk menghina bangsa China, kemudian dipakai saat era Orde Baru sehingga menimbulkan diskriminasi selama bertahun-tahun," ujarnya.
"Orang China sendiri menyebut negara mereka Zhong Guo. Kalau internasional kan China, bukan Cina," tukasnya.
Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Melalui keppres itu, Presiden SBY mengganti istilah "China" dengan "Tionghoa".
Dalam keppres yang ditandatangani pada 14 Maret 2014 itu, Presiden SBY menilai, pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seseorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu pada dasarnya melanggar nilai atau prinsip perlindungan hak asasi manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.