Terobosan itu terutama untuk menyelamatkan Ibu Kota dari permasalahan banjir. Upaya normalisasi ini juga menjadi semangat DKI untuk menormalisasi kali dan waduk lainnya di Ibu Kota.
Pengamatan para cendekiawan ini akhirnya dibukukan dalam satu buku yang berjudul "Waduk Pluit Semangat Membangun Jakarta Baru". Launching buku tersebut dilaksanakan pada Rabu (26/3/2014) kemarin, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat.
Buku terbitan Kompas Media Nusantara ini setebal 244 halaman dan berisi pengamatan para cendekiawan yang ahli di bidangnya masing-masing. Di antaranya Peneliti Teknik Lingkungan Universitas Indonesia Firdaus Ali, Arsitek Perencana Kota Andy Siswanto, Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Paulus Wirutomo, Direktur Eksekutif Komisi Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, dan lainnya. Buku ini juga memuat tiga cerpen pendek karangan cerpenis Gus Tf Sakai.
Kepada Kompas.com, Firdaus Ali mengatakan penataan Waduk Pluit menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi-Basuki untuk menanggulangi banjir di Jakarta. Langkah itu diambil ketika DKI mengalami banjir besar di hampir seluruh wilayah Jakarta. Padahal, saat itu, Jokowi-Basuki belum lagi memerintah selama 100 hari. Pasangan itupun mengambil langkah untuk menyelesaikan banjir dari hilir Jakarta atau wilayah utara Jakarta.
"Dulu, Waduk Pluit mengalami pendangkalan dan penyempitan di badan sungai, ditambah hunian liar di bantaran waduk," kata Firdaus.
Seharusnya Waduk Pluit berfungsi sebagai daerah resapan air. Di tengah banjir yang terus menghantui Jakarta dan tuntutan warga agar Jokowi-Basuki cepat mengatasi permasalahan tersebut, Jokowi harus dapat bergerak cepat.
Mengubah peruntukan Waduk Pluit menjadi daerah resapan air kembali, menghilangkan bangunan liar di bantaran waduk, serta memberi tempat tinggal layak bagi para warga yang terkena dampak gusuran.
Jokowi pun akhirnya mengambil langkah menunjuk PT Jakarta Propertindo untuk mengerjakan proyek normalisasi Waduk Pluit serta membuat ruang terbuka hijau (RTH) di sana. "Jokowi tahu kalau hulu domainnya ada di (pemerintah) pusat dan hilir domainnya ada di DKI. Jokowi membayar utang yang belum dikerjakan Pemprov DKI," kata Firdaus.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola mengapresiasi penerbitan buku tersebut. Ia optimis buku itu dapat memberi kekuatan baru bagi Pemprov DKI yang berhasil menata kawasan Waduk Pluit.
Namun, seharusnya, kata dia, buku ini juga dilengkapi oleh suara warga yang terkena dampak dari penataan Waduk Pluit. Sebab, daerah Jakarta Utara yang menjadi langganan banjir tiap tahunnya, setelah normalisasi itu dilaksanakan, banjir tak lagi merendam lingkungan mereka.
"Buku ini masih mencerminkan kata nurani tiga pihak, sastrawan, cendekiawan serta wartawan. Seharusnya bisa dari kacamata masyarakat juga," kata Thamrin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.