Ketua RW 03 Cipinang Melayu, Muchtar Usman mengatakan, berdasarkan informasi yang diketahuinya, Pemprov DKI menawarkan ganti rugi sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) tahun 2013, yang besarnya Rp 802.000 per meter persegi. Tetapi tawaran ini kemudian ditolak warga.
"Itu yang ditawari oleh pemerintah. Dan kalau saya lihat SK gubernur-nya juga segitu," kata Muchtar, kepada Kompas.com, Sabtu (29/3/2014).
Muchtar mengakui, bahwa sosialisasi hal itu bukan dilakukan di wilayahnya namun di RW 04. Namun, warga di RW tersebut menolak dengan nilai ganti rugi tersebut. Sebab, dengan nilai tersebut, lanjutnya, warga tidak dapat membeli bangunan baru jika jadi dinormalisasi.
"Kalau kita, harga segitu, ya warga nolak. Enggak akan bisa beli tanah atau rumah lagi," ujar Muchtar.
Sebab, warga setempat menurutnya hanya memiliki tempat tinggal dengan luas tanah rata-rata sekitar 40 meter persegi.
Dengan mengacu pada ganti rugi NJOP yang ditawari pemerintah, kata dia, nilai yang diterima warga tidak sesuai dengan biaya yang sudah dikeluarkan untuk membangun rumah. Apalagi, warga bertempat tinggal di tanah yang merupakan hak milik.
"Kalau warga maunya antara 3 kali lipat NJOP itu. Per meter maunya Rp 2,4 juta. Itu untuk tanah saja. Kalau bangunan mesti lihat lagi jenis bangunan, ya sekitar Rp 6 juta per meter," ujar Muchtar.
Lurah Cipinang Melayu Syaeful Hayat, membenarkan hal tersebut. Menurutnya, sosialisasi tahap satu sudah dilakukan terhadap warga di RW 04 pada Oktober 2013 silam. Warga, kata dia, mau untuk dipindahkan asal nilai ganti rugi cocok.
"Tinggal masalah kecocokan harga. Permintaan dari warga tentu kita tampung dan masalah harga akan dimasukan oleh panitia untuk disampaikan ke Dinas PU," ujar Syaeful.
Menurutnya, relokasi akan dilakukan terhadap permukiman di bantara Kali Sunter yang terdapat di 6 RW. Adapun untuk sejumlah RW selain RW 04, sosialisasi akan dilakukan secara bertahap.
"Karena ini tahun 2014, jadi menunggu SK terbaru dari Provinsi. Karena terakhir kali sosialisasii itu Oktober 2013. Nanti dilanjutkan 2014 ini, menunggu SK untuk kelanjutan," jelas Syaeful.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.