Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Jokowi-Ahok, Koridor Transjakarta Tak Bertambah

Kompas.com - 02/04/2014, 15:01 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Edi Nursal menyorot layanan transjakarta yang belum ada perbaikan. Pada masa pemerintahan Jokowi-Basuki, pemprov juga belum menambah koridor transjakarta.

Ia berpandangan, di tengah kemacetan Jakarta yang semakin parah, hanya transjakarta yang menjadi transportasi massal andalan. Namun, pelayanannya kurang memuaskan.

"Moda transjakarta ini akan memasuki titik jenuh, jika tidak didukung pembenahan transportasi massal lainnya," kata Edi, di Jakarta, Rabu (2/4/2014).

Menurutnya, hingga saat ini, masih banyak koridor transjakarta yang headway (waktu tempuh kedatangan antarbus di halte) di atas 30 menit.

Hingga kini, baru ada 12 dari 15 koridor yang direncanakan. Tiga koridor sisanya, kata dia, merupakan rute yang menjangkau penumpang cukup banyak dari daerah pinggir Jakarta. Adapun tiga koridor yang belum terbangun itu adalah Koridor XIII (Ciledug-Blok M), Koridor XIV (UI-Manggarai), dan Koridor XV (Pondok Kelapa-Blok M).

Koridor XIII, lanjut dia, dapat melayani penumpang dari arah Tangerang dan Tangerang Selatan. Untuk Koridor XIV, dapat menjangkau penumpang dari Depok, serta Koridor XV menghubungkan dengan perbatasan Bekasi.

Edi menjelaskan, di koridor-koridor yang sudah ada (existing), para penumpang banyak yang mengeluhkan lamanya waktu menunggu bus hingga lebih dari satu jam.

Pemprov DKI Jakarta, kata dia, harus segera menerapkan solusi yang telah ada. Seperti menambah unit dan koridor transjakarta yang ada. Oleh karena itu, nantinya jumlah kapasitas penumpang dapat terangkut lebih banyak.

"Transjakarta ini juga tidak dapat berdiri sendiri, dan perlu dukungan dari pembenahan angkutan umum lainnya, seperti metromini, kopaja, koantas bima, dan mikrolet," kata Edi.

Di sisi lain, Edi mendesak Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya mengintensifkan sterilisasi jalur transjakarta. Hal itu diupayakan agar waktu tempuh antarbus lebih cepat. Begitu juga dengan penambahan unit bus transjakarta.

Menurut dia, peraturan yang ada, terkait penggunaan bahan bakar gas (BBG) pada transjakarta, telah mengekang pengadaan transjakarta. Ini karena, pengadaan ribuan unit transjakarta juga harus diimbangi dengan ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

"Sulitnya peraturan ini, yang mengharuskan kendaraan menggunakan bahan bakar gas," kata Edi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com