"Jadi terlalu kurang ajar nuduhnya. Tidak boleh seperti itu caranya, terlalu tendensius. Tidak usah main politiklah saya kira," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Basuki menjelaskan, sebelum pengadaan, pihaknya sudah meminta Dinas Perhubungan membeli bus melalui e-catalog. Namun karena e-catalog belum bisa digunakan, pengadaan bus dilakukan melalui proses tender. Karena itu, ia menilai, kalau ada pihak yang patut disalahkan dalam kasus pengadaan bus, maka itu adalah Dinas Perhubungan (Dishub).
Menurut Basuki, ia dan Jokowi hanya memerintahkan untuk membeli bus. Setelah itu, Dishub yang mengatur pembeliannya, termasuk pemeriksaan terlebih dahulu sebelum pengoperasian busnya.
"Kalau mau salahkan kami, saya kan minta Anda beli. Anda harus tanggung jawab. Ya itu urusan Anda dong kalau salah beli. Kecuali kalau saya perintahkan Anda beli bus yang jelek-jelek, lalu diterima. Kalau itu yang terjadi, itu baru salah saya," ucapnya.
Selain Dishub, Basuki juga mengatakan bahwa DPRD merupakan pihak yang juga patut disalahkan karena telah menyetujui pembelian bus tersebut. "Kalau mau salahkan seperti itu, DPRD juga dong, kan Anda yang putuskan beli bus," tukas pria yang akrab disapa Ahok itu.
Seperti diberitakan, Koordinator TDM Ahmad Syafrudin mengatakan, terjadinya kasus bus berkarat tidak lepas dari kebijakan hulu. Menurut dia, dokumen pengadaan barang dan jasa yang bernilai di atas Rp 1 triliun pasti diketahui Jokowi dan Ahok.
"Tidak mungkin proses tender sebesar itu tidak diketahui gubernur dan wakil gubernur," kata pria yang akrab disapa Puput itu kepada wartawan di Jakarta, Minggu (30/3/2014).
Pengadaan transjakarta dan BKTB sebagai salah satu program unggulan Ibu Kota seharusnya mendapat pengawasan intensif dari pimpinan daerah. Puput menjelaskan, apabila ada tim pengawas ataupun gubernur dan wakil gubernur yang mengawasi proses pengadaan bus, mulai dari kegiatan lelang tender, maka tidak akan ada komponen bus yang berkarat.
Ia menengarai, Jokowi dan Ahok sengaja melakukan pembiaran proses tender berjalan begitu saja. Dengan demikian, ada pembiaran pada terjadinya pelanggaran hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.