Menurut Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Fedri Hendri, jumlah penerima KJP yang tidak tepat sasaran selama 2013 mencapai 19,4 persen. Ia mengaku, banyak penerima KJP yang mengaku tidak menerima KJP, padahal nama mereka muncul dalam daftar.
"Kami mendesak pemprov untuk memperbaiki sistem pendataan, seperti memampangkan daftar anak penerima KJP di sekolah biar kelihatan mana warga yang miskin dan mana yang tidak. Ini bukan untuk mempermalukan siswa miskin, tapi ini agar pengelolaan KJP menjadi lebih akuntabel," kata Hendri seusai bertemu dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Hendri menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya salah sasaran dalam penyelenggaraan KJP. Yang pertama, kata dia, adalah penerapan sistem kuota. Sistem tersebut, kata dia, membuat semua sekolah memiliki kuota jumlah penerima KJP yang sama. Padahal, tidak semua sekolah memiliki jumlah siswa miskin yang sama.
"Kalau kuota, banyak siswa yang tidak miskin dapat. Misalnya di sekolah A siswa miskin 10, tapi kuota 20, jadi kan yang meleset ada 10. Padahal sekolah yang banyak anak yatim piatunya malah tidak dapat. Karena itu, harus ada database dengan ranking supaya ketahuan mana siswa yang mendapat prioritas, mana yang tidak," jelas Hendri.
"Itu bukan untuk mempermalukan siswa miskin, ini untuk akuntabilitas. Siswa yang kaya harus tahu diri kecuali mereka mau mempermalukan diri mereka sendiri, mengaku-ngaku tak punya uang, padahal ke sekolah bawa mobil, pakai Android. Ada itu yang seperti itu, dana KJP dipakai untuk beli Android. Itu karena penerapan sistem kuota," katanya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.