Menurut Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Fedri Hendri, prosedur dalam pengajuan KJP yakni siswa berhak mendapatkan KJP berasal dari keluarga berpenghasilan di bawah Rp 2,5 juta per bulan. Dan pengajuan KJP harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak sekolah dan komite sekolah dari sekolah yang bersangkutan.
"Jadi siapapun boleh mengajukan KJP, asal melalui mekanisme yang ada, yakni lewat sekolah dan komite sekolah. Jadi kalau ada politisi mengajukan nama konstitutennya, boleh asal melalui prosedur. Jangan potong jalur langsung ke Sudin atau ke Dinas," kata Hendri usai bertemu dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di Balaikota Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Selain itu, kata Hendri, parpol tidak boleh memaksakan apabila siswa calon penerima KJP yang mereka ajukan ditolak oleh pihak sekolah karena tidak memenuhi kriteria. "Misalnya mereka mengajukan konstituennya yang berasal dari golongan menengah ke atas. Kalau politisinya tetap bersikeras, artinya melanggar peraturan yang ada dan itu merebut hak warga miskin," ucapnya.
Beberapa waktu lalu, Kepala SMA 76 Jakarta Retno Listyarti mengaku kaget atas adanya nama-nama siswa sekolahnya yang diajukan politisi. Sebab, kata dia, kewenangan menyodorkan nama siswa penerima KJP ada di pihak sekolah. Pihak sekolah pun melakukan seleksi ketat agar penerima KJP adalah siswa yang benar-benar membutuhkan.
Menurut Retno, sekolahnya mendapatkan 28 jatah siswa untuk penerima KJP. Namun, Dinas Pendidikan lalu menyampaikan kepadanya bahwa jatah penerima KJP di sekolahnya hanya tersisa 11 siswa. Alasannya, sebanyak 17 nama siswa lainnya telah diajukan oknum anggota Parpol.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.