JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak awal, Pemerintah Provinsi DKI pimpinan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama ingin tancap gas. Saking kencangnya, beberapa program pembangunan bahkan terkesan ambisius. Keduanya memang tidak ingin leha-leha membenahi Ibu Kota.

Jokowi dan Basuki sadar, persoalan kota ini sudah parah di banyak bidang. Memulai pembenahan dari mana pun sepertinya perlu kerja keras yang luar biasa. Sayangnya, kerja keras keduanya belum diikuti sikap yang sama oleh sejumlah pejabat eselon dua setingkat kepala dinas, eselon tiga setingkat kepala bidang, dan eselon empat setingkat lurah dan camat.

Sejumlah pejabat itu tidak merasa sedang bekerja di jalur cepat. Pekerjaan yang seharusnya bisa cepat dikerjakan ditunda-tunda tanpa alasan jelas. Berkali-kali Jokowi dan Basuki terlihat marah, kadang murka melihat kelambanan kerja birokrat di jajarannya.

Contoh kasus yang menjadi sorotan publik adalah macetnya gaji untuk pekerja harian lepas (PHL) dinas kebersihan. Kuasa pengguna anggaran tidak segera mengajukan pencairan dana ke Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), padahal mereka hanya tinggal mengajukan pencairan. Sementara BPKD sudah menyiapkan dana itu paling tidak sampai enam bulan pertama tahun 2014.

Kenyataannya dinas kebersihan pimpinan Saptastri Endiningtyas lamban mencairkan gaji PHL. Mereka menjerit tidak tahan, lalu melaporkan penderitaan itu langsung ke Gubernur DKI Jakarta, Jumat (18/4). Dinas kebersihan baru mencairkan gaji PHL per 21 April sebesar Rp 107 miliar dari Rp 250 miliar yang harus diserap.

Kompas belum berhasil mengonfirmasi persoalan ini ke Kepala Dinas Kebersihan DKI Saptastri Endiningtyas. Namun, Tyas, panggilan akrab pejabat eselon dua itu, sering menutup kesempatan untuk bisa diwawancara oleh sejumlah media massa.

Cara pejabat ini berkomunikasi, selain mempersulit untuk mengungkap duduk perkara, juga kontraproduktif di tengah reformasi birokrasi yang dilakukan Jokowi-Basuki.

Gubernur Jokowi menunjuk Tyas sebagai Kepala Dinas Kebersihan DKI menggantikan Unu Nurdin pada 12 Februari 2014 lalu. Harapannya terjadi peningkatan kinerja pada dinas tersebut.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bahkan, kini keluhan mengenai kebersihan kota masih muncul di sejumlah wilayah. Sampah berserak di sejumlah tempat, bahkan tidak sedikit yang memenuhi badan Jalan berhari-hari. Dalam beberapa kali kesempatan, Tyas mengatakan, dirinya sedang melakukan konsolidasi internal. Belum banyak yang perlu dipublikasikan karena secara internal dalam pembenahan.

Sikap serupa terjadi pada sejumlah pejabat eselon dua yang dilantik Jokowi pada 12 Februari lalu. Dari 26 pejabat yang dilantik, hanya sebagian kecil yang sudah ”bunyi” dan kiprahnya kelihatan. Kemungkinan pejabat yang lain masih melakukan konsolidasi internal seperti yang Tyas lakukan.

Peneliti kebijakan publik Institut Pertanian Bogor, Deddy S Bratakusumah, menilai, reformasi birokrasi di Jakarta baru sebatas pengisian jabatan secara transparan. Belum banyak mendorong pejabat baru bekerja sesuai standar Jokowi dan Basuki.

Sejumlah pejabat terengah-engah mengejar kinerja model baru. Hal ini terlihat ketika tahun ini DKI mulai memberlakukan sistem baru dalam hal penganggaran. Banyak yang belum memahami cara pelelangan barang dan jasa. Kali ini, mereka tidak boleh lagi menggunakan anggaran gelondongan, tetapi harus merinci jenis kegiatan dan harga satuan kegiatan masing-masing.

Mereka yang masih belum mengubah pola kerja tidak boleh santai. Sebab, ada mekanisme evaluasi bagi pejabat yang dilantik di posisi baru.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Made Karmayoga mengatakan, evaluasi untuk pejabat setingkat lurah dan camat dilakukan per enam bulan. Sementara evaluasi untuk pejabat eselon dua dilakukan per dua tahun.

Jika kinerja buruk, mereka bisa dimutasi ke tempat lain. Hal ini sudah dilakukan Jokowi kepada beberapa pejabat yang tidak bekerja sesuai standar. Standar yang dimaksud adalah memahami lapangan, sering turun ke bawah atau blusukan, dan cepat membuka layanan pada hari kerja.

”Saya tidak akan marah-marah, tetapi lihat saja nanti, saya akan langsung copot,” kata Jokowi mengomentari pejabat malas. (Andy Riza Hidayat)