JAKARTA, KOMPAS.com - Pada masa pemilihan umum, masyarakat diimbau berhati-hati saat bertransaksi dengan uang tunai. Ditengarai banyak uang palsu diedarkan untuk keperluan politik uang.

Indikasi itu terungkap setelah polisi menangkap anggota tim sukses salah satu calon anggota legislatif (caleg) yang menjadi pencetak dan pengedar uang palsu. Petugas Subdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap sejumlah anggota sindikat itu di sejumlah tempat, dari Jakarta, Depok, hingga Aceh.

”Salah satu pelaku adalah anggota tim sukses seorang caleg di Aceh,” kata Kasubdit Resmob Ajun Komisaris Besar Adex Yudiswan, Senin (28/4). Para pelaku yang ditangkap adalah Ogan Djayadikarta alias Yoga, Lee Akbir Ahmad Efendi, Doni Antoni alias Oji, dan Marjuki alias Juki. Selain itu, masih ada empat orang yang juga masih dikejar, yakni Indorus, Darji, Parlina, dan Anwar.

Menurut Adex, pihaknya masih mendalami apakah pencetakan dan peredaran uang palsu ini ada keterkaitan dengan politik uang dalam pemilu legislatif. ”Masih didalami apakah ada kaitannya,” ujar Adex.

Tidak disebutkan identitas caleg ataupun partai yang bersangkutan. Hanya disebutkan caleg tersebut berasal dari salah satu partai nasional. ”Kami belum tahu apakah caleg ini terpilih atau tidak,” kata Adex.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, pengungkapan peredaran uang palsu ini berawal dari informasi seseorang yang mendapat uang palsu dan mengenal penjual uang palsu tersebut. Polisi lantas membentuk tim melakukan penyelidikan dan pemantauan.

Pada Senin (24/3) malam, tim tersebut dapat menangkap orang yang dicurigai, yakni Marjuki alias Juki, di depan Stasiun Duren Kalibata, Jalan Rawajati Timur, Jakarta Selatan. Dari Juki, polisi menyita 180 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000.

Dari interogasi terhadap Juki, polisi mendapat pengakuan bahwa uang tersebut diperoleh dari Doni Antoni alias Oji. Polisi pun memasang perangkap untuk menjebak Doni, dengan pura-pura berminat membeli uang palsu.

Doni, yang tidak sadar bahwa pemesan adalah polisi, menyepakati untuk melakukan transaksi uang palsu di depan Stasiun Duren Kalibata. Doni yang datang dengan 368 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 itu pun dibekuk. Dari 400 lembar yang semula ia miliki, sebanyak 32 lembar sudah dijual.

Doni lalu mengaku, uang palsu miliknya itu berasal dari dua orang, yakni 180 lembar dari Ogan Djayadikarta alias Yoga dan 300 lembar dari Lee Akbir Ahmad Efendi.

Dari Kalibata, polisi langsung bergerak ke Stasiun Depok Lama, Kota Depok. Dari situ, polisi menuju rumah Lee Akbir di Jalan H Koncen, Kali Mulia, Kota Depok. Dua jam setelah menangkap Doni, Lee Akbir ditangkap. Dia tidak lain adalah pelaku pencetak uang palsu.

Dari penggeledahan di rumahnya, polisi mendapatkan peralatan dan perlengkapan untuk mencetak uang palsu yang relatif ”sederhana”. Peralatan tersebut di antaranya laptop, printer, meja sablon, alat penyablon, film atau pelat master untuk produksi uang palsu, satu rim kertas untuk bahan kertas uang palsu, penggaris besi, dan cutter.

Ditemukan pula satu koper berisi yang palsu pecahan Rp 100.000 setengah jadi, 6 lembar cetakan uang palsu yang belum dipotong, 7 lembar uang palsu yang sudah dipotong, dan 300 lembar uang palsu setengah jadi.

Selain menggeledah rumah Lee Akbir, polisi juga menggeledah gubuk di sebuah kebun di Kedung Badak, Tanah Sareal, Kota Bogor, milik Yoga. Di gubuk itu juga ditemukan peralatan dan bahan-bahan untuk mencetak uang palsu. Polisi lantas menangkap tersangka Yoga di Banda Aceh.

Adex menambahkan, para pelaku telah beroperasi mencetak dan mengedarkan uang palsu selama enam bulan terakhir. Jumlah uang palsu yang telah mereka edarkan diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Uang cetakan para tersangka ini lumayan canggih karena sudah disertai tanda air dan pita pengaman sehingga sekilas sulit dikenali. Namun, jika diamati baik-baik, terlihat perbedaan yang nyata karena berwarna kusam.

Maka, waspadalah! (RTS/RAY)