"Anak itu menang dengan Juara Harapan III kegiatan Paskah dan itu membuktikan dia masih senang (berada di sekolah)," kata Lidia, Sabtu (17/5/2014).
Menurut dia, L selalu bersikap tenang di dalam kelas serta melakukan seluruh kegiatan di sekolah dengan sukaria. Dia tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kesakitan akibat kekerasan seksual, yang misalnya sampai tidak mau mengenakan celana.
"Buktinya, tanggal 11 April kemarin, kita mengadakan karya wisata dan karya wisata itu ke Gelanggang Samudra Ancol, dan anak itu pergi bersama neneknya," ujar Lidia.
Begitu pula, lanjut Lidia, pada peringatan Hari Kartini, 21 April lalu. L, kata dia, juga mengikuti kegiatannya dan merebut juara.
Lidia menjelaskan, dalam kelompok bermain tersebut, anak-anak berada di sekolah hanya selama satu setengah jam. Itu pun tidak setiap hari masuk sekolah. Sisanya, anak-anak berada di rumah. Kondisi di dalam sekolah pun sangat terbuka oleh pihak luar.
"Di sekolah, kondisi kelas seperti akuarium. Apa pun yang terjadi di kelas, kita semua tahu. Terbuka sekali," kata dia.
Menurut Lidia, dalam kasus ini, pihak sekolah telah memenuhi panggilan oleh Kepolisian dan KPAI. "Sampai saat ini belum ada pertemuan dari orangtua korban dan korban," ujarnya.
B, orangtua siswa playgroup Saint Monica, melaporkan dugaan terjadinya kekerasan seksual ke Mapolda Metro Jaya. Dia melaporkan salah seorang guru berinisial L, yang disebutnya sebagai guru perempuan untuk pelajaran ekstrakurikuler tari, Miss H atau S.
Terkait hal ini, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah memeriksa tiga saksi. Mereka adalah si pelapor yang merupakan ibu korban, serta dua guru. Kepolisian berencana melakukan pemanggilan kepada terlapor, pekan depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.