"Sedikit heran sih kenapa ada mereka, tapi mau gimana lagi, kan kita juga sama-sama jualan," kata Jono, seorang penjual sari tebu, Kamis (12/6/2014).
Jono mengatakan adanya PKL tidak resmi memang tidak mengganggu penjualannya. Namun di sisi lain, banyak pengunjung memilih membeli barang dagangan di PKL tidak resmi.
Senada dengan Jono, Ida, penjual baju batik juga menyatakan stannya sering tertutup oleh membludaknya PKL. Ida mengatakan pada malam hari, stan yang dijaganya tidak terlihat pengunjung.
"Kadang enggak kelihatan, loh. Untungnya pas sore banyak yang beli jadi enggak mengganggu banget. Tapi, ya, tetap saja kan mereka harusnya enggak begitu," kata Ida.
Ida mengatakan selama tiga hari, dari hari ke hari penjualannya naik pesat. Kenaikan pun cukup signifikan sekitar 40 persen. Ida pun mengakui stannya ini selalu ramai pada sore hari, sedangkan pada siang hari hanya bisa menikmati hawa panas matahari.
Sementara itu, seorang penjual bakso, Gunawan, berpendapat PKL tidak resmi itu merasa iri kepada pedagang yang bisa berjualan di PRJ Monas.
"Memang, sih, kita digratiskan berjualan. Tapi mereka bisa jualan di dalam, ini yang bertanggung jawab ini kemana? Bisa ngebiarin PKL masuk ke dalam? Seharusnya diatur ajalah sebagaimana mestinya. Biar sama-sama enak. Ikutin peraturan aja sih," kata Gunawan.
Sebanyak 2.780 pedagang kaki lima resmi berada dalam tenda putih, sedangkan PKL tak resmi berada di area taman Monas lain yang bahkan menutupi tenda putih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.