Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Ahok ini juga mengungkapkan, para preman yang menjadi ketua RT dan RW itu juga menerima setoran dari kegiatan parkir liar dan meminta jatah apabila ada petugas Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan penduduk.
"Sudah begitu, masih terima gaji lagi dari kita Rp 750.000 (per bulan). Kita temukan juga banyak sekali yang tidak ada masa tugasnya. Semakin dia punya lapak, semakin punya duit, dia semakin berkuasa. Dan dipanggil lurah pun tidak digubris. Kadang-kadang ada oknum lurah terpaksa kerja sama mereka," katanya di Balaikota Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Karena itulah, Basuki berencana mengubah sistem pemilihan ketua RT dan RW yang selama ini dilakukan dengan cara pemilihan langsung oleh masyarakat menjadi sistem penunjukan langsung oleh Pemerintah Provinsi DKI. Ia menilai, sistem penunjukan langsung bukan merupakan hal yang baru di Jakarta. Ia pun merunut jabatan wali kota/bupati di kota/kabupaten administratif di Jakarta yang tidak dipilih lewat pilkada, tetapi ditunjuk langsung oleh Gubernur DKI.
"Lurah juga tidak dipilih, tidak seperti kades. Ya, sudah, ketua RT/RW juga kita tunjuk aja. Nanti kader-kader PKK, posyandu, pensiunan, tokoh-tokoh masyarakat yang memang ingin jadi pemerhati, bisa segera melaporkan kepada kami. Nanti kita yang tunjuk," ucapnya.
"Nanti mereka akan kita kontrak per individu, gaji kita naikkan jadi Rp 1 juta. Kalau misal di suatu daerah banyak yang mau jadi ketua RT/RW, dan menurut penilaian kami semuanya orang baik, baru kita serahkan kepada warga untuk memilih yang mana. Tapi tetap tidak bebas seperti sekarang," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.