"Setelah dirinya (AK) agak nyaman, agak tenang, baru semuanya bisa diceritakan. Dari situ munculnya (dugaan) apa yang terjadi kemudian, ternyata oknum guru juga melakukan padanya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto AK, Rabu (18/6/2014).
Rikwanto mengatakan, setelah terungkapnya kasus kekerasan seksual yang menimpanya, AK memang berhenti sekolah. Pada saat itu, pendampingan psikologis pun diberikan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
P2TP2A adalah lembaga yang pembentukannya dipelopori Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mendampingi para korban kekerasan dan berdiri di tiap provinsi. Pengelolaan lembaga ini dilakukan pemerintah bersama lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan unsur lain masyarakat yang punya kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dan anak.
Menurut Rikwanto, saat ini polisi masih menggali apakah AK juga mendapatkan ancaman dari para guru setelah mendapatkan kekerasan seksual. Dalam kasus pertama kejahatan seksual terhadap anak ini, para petugas kebersihan yang menjadi pelaku kejahatan tersebut mengancam AK untuk tak menceritakan pencabulan itu kepada siapa pun. "Seorang anak kecil perlu digali, penggaliannya juga perlu teknik dan waktu," ujar Rikwanto.
Sementara itu, dugaan keterlibatan guru dalam kekerasan seksual di JIS juga muncul dari keterangan korban lain, DA, yang juga adalah teman sekelas AK. Terkait kasus ini, polisi telah memeriksa manajemen JIS, termasuk kepala sekolah dan wali kelas AK. Panggilan juga sudah dilayangkan pada guru lain untuk menjalani pemeriksaan pada Senin (23/6/2014).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.