Lebih dari itu, masyarakat Betawi juga memiliki kesenian bela diri (pencak silat) atau maen pukulan sebagai warisan dari para jawara (pendekar) Betawi tempo dulu.
"Ada banyak jawara Betawi yang dulu ikut berjuang bagi kemerdekaan Indonesia seperti Guru Mahmud di Menteng, Entong Gendut di Codet, Guru Mujid bin Sa’abah di Tanah Abang, Haji Nawi di Mampang Prapatan, dan Mualim Syafi’i Hazami di Gandaria. Mereka berjuang dan memberontak melawan kolonial saat itu," kata penggiat kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014).
Yahya hadir sebagai pembicara dalam kegiatan kebudayaan yang digagas Kompas Gramedia bertemakan “SILATurahmi : Maen Pukulan Betawi Dulu dan Kini”. Menurut dia, para jawara saat itu berjuang bersama untuk memerdekakan bangsa Indonesia menggunakan keahlian pencak silat yang mereka miliki.
Masyarakat Betawi menyebutnya sebagai “maen pukulan”. Pada saat itu, para jawara lebih banyak menggunakan permainan otot (hard power). Seiring berjalannya waktu, maen pukulan Betawi mengalami evolusi.
"Masyarakat atau generasi baru Betawi saat ini lebih mengutamakan penggunaan otak daripada otot. Mereka mengimplementasikannya dalam bentuk sastra, lukis, film, maupun humor," ujarnya.
Kendati mengalami evolusi, kata Yahya, hal tersebut tidak lantas menghapus nilai-nilai luhur budaya Betawi dalam maen pukulan. "Justru hal tersebut ikut memperkaya budaya Betawi," katanya lagi.
Di sisi lain, penulis buku Paus Merah Jambu, Zen Hae, yang juga hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut, ikut membenarkan pernyataan Yahya. "Ada dua sisi yang bisa dicapai dari evolusi maen pukulan. Pertama, merawat tradisi lama dan kedua mendapatkan keuntungan ekonomi," ujar Zen.
Menurut dia, evolusi pencak silat Betawi atau maen pukulan yang sekarang merambah dunia film ikut membantu mengangkat nilai-nilai budaya Betawi dan perekonomian para pendekar pencak silat.
Zen lalu mencontohkan, festival palang pintu yang melibatkan para jawara telah ikut menambah penghasilan mereka. Evolusi tersebut, lanjut Zen, sebagai bentuk dari pergeseran budaya silat Betawi, yang tidak melulu mengandalkan olah otot semata.
Selain itu, konsep “maen otak” ini juga untuk mengembalikan citra buruk bahwa masyarakat Betawi suka berantem, malas, dan mau seenaknya.
Diskusi budaya ini dihadiri 20 perwakilan perguruan silat di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), antara lain Si Jampang, Beksi, Sebbet, Cingkrik, dan Si Bontot.
Kegiatan ini juga menampilkan beberapa pendekar silat yang menunjukkan keahlian bela diri khas Betawi. Kegiatan lanjutan seperti diskusi dan pemutaran film seputar kesenian bela diri maen pukulan Betawi ini akan dilanjutkan dari 14-16 Agustus 2014 bertempat di Balai Bentara Budaya, Kompleks Kompas Gramedia, Palmerah Selatan.
Perhelatan tersebut akan menampilkan para tokoh Betawi dan para pendekar silat Betawi, seperti Iko Uwais dan Rano Karno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.