Menurut Temon, alumni Sabhawana pada masanya tidak pernah turut campur dalam kegiatan ekskul. Mereka datang hanya untuk berkumpul dengan anggota lainnya.
"Konsep senioritas timbul karena orang itu butuh pengakuan. Di lingkungannya, mungkin dia tidak diperhatikan atau bisa juga dia dapat inspirasi dari lingkungan luar. Oh, kalau gue begini mungkin keren. Nah, kalau dia melakukan itu lalu diakui, dia akan mempertahankannya," kata komedian lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia angkatan 1985 tersebut.
Menurutnya, insiden ini adalah teguran bagi Sabhawana. Dengan tewasnya junior, Temon ingin sekolah membuat regulasi yang mempersempit celah untuk melakukan tindak senioritas. Temon mengaku miris membaca berita Arfiand yang meninggal dengan luka-luka di tubuhnya.
"Saya coba berpikir positif mungkin karena tas berat atau apa, tapi hasil visum kan tidak bisa bohong. Ngeri juga," katanya.
Ia pun menginginkan agar seluruh keluarga SMAN 3 bersatu dalam menghadapi insiden tersebut. "Saya dan alumni lainnya prihatin karena jadi seperti terpecah dalam dua kubu, korban dan tersangka, padahal semuanya kan keluarga SMAN 3 juga," katanya.
Dua siswa SMAN 3, Arfiand Caesar Al Irhami (16) dan Padian Prawiro Dirya (16), meninggal setelah mengikuti kegiatan pencinta alam Sabhawana di Tangkubanparahu, Jawa Barat. Arfiand meninggal pada 20 Juni 2014, sedangkan Padian meninggal pada 3 Juli 2014.
Keduanya diduga meninggal akibat dianiaya oleh senior saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler itu. Di tubuh Arfiand ditemukan banyak luka lebam. Polisi telah menetapkan lima siswa kelas XI, yakni DW, AM, KR, TM, dan PU, sebagai tersangka. Kini, mereka sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.