Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Parkir, antara Tokyo dan Jakarta...

Kompas.com - 03/09/2014, 08:41 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

KOMPAS.com — Diakui atau tidak, persoalan parkir sudah menjadi salah satu masalah di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Persoalan ini menggelagat mulai di permukiman, area bisnis, tepi jalan, hingga kawasan perdagangan. Kemacetan menjadi salah satu dampaknya.

Bila sedikit menengok ke luar, banyak negara sudah punya cara mengatasi masalah perparkiran ini. Jepang adalah salah satunya. Pengelolaan masalah parkir di Negeri Matahari Terbit ini dilakukan dari hulu sampai hilir, dari kepemilikan, lahan, hingga regulasi yang komprehensif.

Jepang menerapkan pembatasan lahan parkir dan pengenaan tarif tinggi sebagai strategi mengatasi kemacetan, terutama di kota Tokyo. Cara ini sekaligus memaksa warganya beralih dari mobil pribadi ke alat transportasi umum.

Serba terbatas

Atase Perhubungan Republik Indonsia di Tokyo, Popik Montanasyah, berbagi detail soal pengaturan parkir yang diterapkan di negara tempatnya bertugas tersebut. Cerita dia soal pengelolaan parkir ini dikutip dalam laman Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.

"Di Tokyo, kapasitas parkir untuk gedung pemerintahan hanya untuk 20 hingga 40 mobil. Itu pun hanya untuk mobil sedan," ujar Popik. Adapun di gedung perniagaan, kapasitasnya antara 50 dan 100 mobil, dengan tarif 600 yen per jam, setara Rp 67.000.

"Ruko untuk perkantoran swasta atau pertokoan rata-rata hampir tidak memiliki tempat parkir tersendiri," lanjut Popik. Bila di Indonesia, pembatasan kapasitas tersebut bisa jadi "diakali" dengan parkir di pinggir jalan. Di Jepang, "akal-akalan" begitu sudah diantisipasi pula.

Popik melanjutkan penuturannya bahwa pemerintah Tokyo memperbolehkan juga parkir di beberapa jalan, tetapi hanya di ruas jalan tertentu. Itu pun, posisinya harus sebaris dan sejajar jalan saja. Ada pula pembatasan waktu parkir di tepi jalan ini, yaitu hanya untuk 15 menit sampai satu jam.

Setelah tenggat waktu yang diizinkan tersebut terlewati, mobil itu harus dipindahkan. "Untuk parkir di pinggir jalan biayanya bervariasi mulai dari 300 yen sekali parkir (setara Rp 33.000)," imbuh dia.

Jumlah tempat parkir umum pun dibatasi di Jepang. Popik menyebutkan, kapasitas maksimum tempat parkir umum ini untuk 10 sampai 30 mobil. Lokasi parkir di tiap kawasan pun berjarak minimal 700 meter dengan lokasi parkir lain. "Tarifnya mulai 800 yen (setara Rp 89.000)."

Tidak asal mampu beli mobil

Dari semua kebijakan tersebut, Popik berpendapat, satu hal yang paling berperan membatasi jumlah kendaraan pribadi di Tokyo adalah aturan terkait penerbitan buku kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB) dan surat tanda nomor kendaraan (STNK).

Pemerintah Jepang, kata Popik, mewajibkan setiap pemohon BPKB alias pemilik kendaraan untuk menunjukkan bukti bahwa dia punya tempat parkir untuk mobilnya, baik tempat parkir milik sendiri maupun sewa.

Untuk lahan parkir sewa, kata Popik, lokasinya pun diatur maksimal 2 kilometer dari tempat tinggal pemiliknya. Tarif sewanya 30.000 yen hingga 40.000 yen per bulan, setara Rp 3,4 juta hingga Rp 4,8 juta.

"Tempat parkir, baik yang dimiliki sendiri maupun kontrak sewa dapat dilakukan pembuktian atas lokasi yang diajukan pemilik oleh pejabat yang berwenang," imbuh Popik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Megapolitan
Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Megapolitan
Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Megapolitan
Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com