Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Jakarta Protes Larangan Pelat B Masuk Kota Bogor

Kompas.com - 17/09/2014, 10:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana Wali Kota Bogor Bima Arya untuk mengurangi kemacetan dengan melarang kendaraan pelat B masuk ke Kota Bogor mendapatkan komentar pedas dari sejumlah warga Jakarta yang sering bertandang ke kota hujan itu.

Yanuar (24) mengatakan bahwa rencana tersebut seperti kebijakan yang prematur. Pasalnya, Bogor memiliki sejumlah tempat wisata yang menjadi tujuan utama berlibur bagi warga Jakarta.

"Enggak bisa gitu dong, kalau memang kendaraan pelat B enggak boleh masuk, artinya dia (Pemkot Bogor) membatasi potensi wisatanya sendiri, padahal banyak tempat wisata di Bogor yang jadi tujuan wisata," kata pria yang bekerja di perusahaan swasta itu.

Lebih lanjut, warga Kuningan, Jakarta Selatan, ini mengatakan bahwa kemacetan yang terjadi di Bogor tak hanya disebabkan oleh masuknya kendaraan pelat B ke kota tersebut, tetapi juga karena banyaknya angkutan umum yang bertebaran di sana.

Ia mempertanyakan mengenai kebenaran setelah Kota Bogor "dibersihkan" dari kendaraan pelat B, kemudian kota yang terkenal dengan wisata Kebun Raya Bogor itu akan bebas macet.

"Baiknya sih angkot dikurangi karena melarang pelat B masuk kota bukan jaminan Bogor bakal lengang. Toh di Bogor juga banyak yang punya mobil, daerah di Kabupaten Bogor pun kayak Bojonggede dan Citayam juga pelatnya B. Enggak adil kalau orang Bogor sendiri dilarang ke Bogor," tutur dia.

Ia menambahkan, selain mengurangi jumlah angkutan umum yang sering ngetem menunggu penumpang di jalan-jalan protokol di Bogor, sebaiknya Pemkot juga memberlakukan adanya angkutan bagi tempat-tempat wisata di Bogor yang selama ini hanya bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi, seperti wisata air The Jungle dan Taman Safari.

"Pun kalau mau angkutannya juga yang tiga perempat atau minibus, itu lebih muat banyak, bisa mengurangi kemacetan ketimbang melarang pelat B masuk kota," sarannya.

Sementara Robby (28), warga yang tinggal di Cilandak, Jakarta Selatan, mengeluhkan hal serupa. Tugasnya sebagai auditor di perusahaan media mengharuskannya untuk ke berkeliling berbagai kota dengan kendaraan dari kantor yang berpelat B. Sering kali Robby juga harus menyambangi kota hujan itu untuk berdinas.

"Lho sekarang kalau dari kantor dapat mobilnya pelat B, kantor saya di Jakarta, otomatis pelat B kan, sementara saya sering harus dinas sampai Kota Bogor, gimana? Saya kan enggak mungkin minta mobil pelat F ke kantor saya buat dinas ke Bogor, wali kota ada-ada aja nih," keluhnya.

Pria beranak satu yang sering ke Bogor untuk bertamasya bersama keluarganya itu juga merasa aneh dengan peraturan yang akan dijalankan Pemkot Bogor itu. Ia menganggap kebijakan tersebut tak ubahnya buah simalakama.

"Masalahnya, orang Bogor juga kan sering ke Jakart. Kalau gitu, kenapa Jakarta enggak sekalian aja melarang mobil F masuk Jakarta? Kan itu sama aja, tentu warga Bogor yang punya mobil pelat F bakalan marah dan enggak terima juga," katanya.

Terlebih, Robby hampir setiap minggu pergi ke Bogor untuk jalan-jalan dan mengunjungi sanak saudara di Bogor. Pria berbadan besar itu mengatakan, dirinya tak mungkin menggunakan motor ke Bogor lantaran putrinya baru berusia beberapa bulan. Oleh karenanya, mobil menjadi andalannya.

Ia berharap Pemkot menerapkan solusi mengatasi kemacetan yang lebih masuk akal. Misalnya, memperlebar jalan serta membangun fasilitas fly over untuk mengurai kemacetan.

"Kota wisata seperti Bogor yang didatengin banyak orang dari luar Bogor harusnya punya fasilitas yang baik, kalau melarang warga Jakarta ke sana rasanya akan mematikan pajak daerahnya sendiri, memangnya mau seperti itu?" cercanya.

Tak hanya Yanuar dan Robby, Andi (32) pun mengatakan hal serupa. Rumahnya terletak di perbatasan Depok dan Jakarta, yakni di Cinere. Sementara mertuanya tinggal di Kota Bogor. Ia merasa keberatan dengan kebijakan tersebut karena setiap minggu, minimal seminggu sekali, ia harus mengantarkan istri dan anaknya menengok sang mertua.

"Saya enggak mungkin kan enggak berkunjung ke mertua, sementara anak saya ini cucu satu-satunya, akinya mesti lihat cucunya seminggu sekali. Gimana mau ke sana kalau pelat B enggak boleh masuk? Kok lucu sekali sih," tanyanya.

Ia tak habis pikir dengan kebijakan yang diambil itu. Menurut dia, Pemkot membutuhkan kebijakan yang lebih spesifik untuk menyelesaikan masalah kemacetan, yang tak hanya berkutat seputar melarang kendaraan pelat B masuk ke Kota Bogor.

Menurut dia, kebijakan ini sama sekali tak efektif untuk mengurangi kemacetan. Yang ada, tambahnya, justru mematikan Kota Bogor karena Bogor masih menjadi destinasi wisata warga Jakarta selain Bandung dan Puncak.

"Sebaiknya dicari kebijakan yang lebih baik, solusinya bukan itu, nanti kalau pelat B dilarang masuk, apa pemilik outlet busana di Bogor enggak menjerit rugi? Gimana dengan pemilik bisnis kuliner Bogor yang sering didatengin warga Jakarta itu," ucapnya. (Agustin Setyo Wardani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com