"Klien kami selaku Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta sudah menyerahkan bukti-bukti surat atau dokumen kepada penyidik, yang berisi laporan kepada Gubernur DKI Jakarta Bapak Joko Widodo dan Wagub DKI Jakarta perihal proses pengadaan transjakarta tahun anggaran 2013, mulai dari pra-pengadaan sampai pasca-pelaksanaan pengadaan tersebut," kata Wa Ode dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (22/9/2014).
Wa Ode menjelaskan, dalam SK Gub No 2082 tahun 2012, Udar Pristono hanya sebagai pengguna anggaran (PA). Dia tidak berperan langsung dalam kegiatan proyek pengadaan transjakarta. Untuk itu, kata dia, Kadishub DKI tidak dapat dilibatkan dalam kasus pengadaan barang/jasa transjakarta karena berdasarkan SK gubernur tersebut, dia tidak memiliki kewenangan atas kegiatan proyek ini.
Dengan demikian, menurut Wa Ode, sudah sepatutnya menurut hukum bahwa Jokowi dan Ahok ikut diperiksa dan dimintai keterangan di depan penyidik Kejaksaan Agung. Dia juga meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan pengadaan transjakarta secara obyektif tanpa adanya pengaruh/intervensi dari pihak mana pun.
Pristono menjadi tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) berkarat pada anggaran Dinas Perhubungan DKI tahun 2013 senilai Rp 1,5 triliun. Selain Pristono, Kejagung juga menahan tersangka lainnya, Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Tonny Spontana mengatakan, pihaknya tidak akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan transjakarta senilai Rp 1 triliun dan pengadaan bus untuk peremajaan angkutan umum reguler senilai Rp 500 miliar pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun anggaran 2013.
Menurut dia, semua bukti yang dibutuhkan sudah lengkap dan terpenuhi (untuk penyelidikan). Bahkan, 125 bus yang dipermasalahkan sudah diperiksa satu per satu.
Tony mengatakan, tim penyidik sudah memeriksa 60 saksi, meminta keterangan dari berbagai ahli, dan menyelidiki persoalan ini langsung ke Tiongkok dan Hongkong.
"Alat bukti itu bukan pendapat orang atau opini, melainkan surat, dokumen yang bisa dibuktikan ahli. (Bukan) keterangan dari pihak yang tidak menyidik, nanti bisa bias," ujar Tony.