"Tidak bisa damai. Sudah banyak bohongnya dia," tutur Nurhakim kepada Kompas.com saat ikut menghadiri pemeriksaan dari pengadilan di rumah Fatimah, Jumat (26/9/2014).
Nurhakim, atau yang sering disebut Hakim, menceritakan awal mula perselisihan yang dia alami. Tanah yang kini ditempati Fatimah beserta anak-anaknya dulu diakui merupakan tanah warisan dari almarhum ayah Nurhakim dan diberikan kepada Hakim untuk dijadikan tempat usaha. Tanah yang masih kosong tersebut kemudian diminta sementara sertifikat tanahnya untuk meminjam uang dari rentenir.
Uang tersebut, kata Hakim, akan digunakan untuk memberikan warisan kepada delapan anak Fatimah. Hakim yang saat itu telah menikah dengan anak Fatimah, Nurhalim, menyetujui peminjaman sertifikat tanah yang masih atas nama Nurhakim. Dia menganggap tidak apa-apa untuk meminjamkan sertifikat kepada mertuanya dengan dasar kepercayaan. Fatimah pun dikatakan menjanjikan membayar harga tanah tersebut kepada Hakim.
Namun, Hakim menegaskan, Fatimah sampai saat ini sama sekali belum membayar tanah tersebut yang sekarang sudah naik menjadi hampir Rp 1 miliar. Gugatan yang disebutkan oleh Fatimah sejumlah Rp 1 miliar juga disebut Hakim pernyataan yang mengada-ngada. Menurut dia, harga tuntutan sebenarnya yang diminta sebesar Rp 794.000.000 untuk ganti rugi kompensasi tanah dan menuntut membayar ganti rugi pemanfaatan tanah selama 312 bulan dikali Rp 500.000 sejumlah Rp 150.000.000.
Hakim juga menyebut Fatimah sempat memalsukan KTP miliknya dengan dalil mengajukan pinjaman uang. KTP tersebut dibuat dengan tanda tangan dan data diri milik Hakim hanya menggunakan foto milik orang lain.
Dia menegaskan tidak akan lagi mengupayakan jalan damai karena pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan yang diakui dari Fatimah. "Dia (Fatimah) bawa polisi dan tentara ke rumah saya, untung saya enggak digebukin, nanti dikeroyokin lagi," tambah Hakim.
Jalur hukum, menurut dia, sudah merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Dia pun menuturkan akan tetap menjalankan proses hukum yang telah memasuki persidangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.