JAKARTA, KOMPAS.com - Ada yang berbeda dengan penampilan para juru parkir di Jalan Sabang, Menteng, Jakarta Pusat, sejak diberlakukannya sistem parkir berbayar. Mereka kini memakai rompi dan topi yang mirip punya polisi, begitu alat meteran parkir terpasang di ruas jalan itu.
"Wih keren lho, pakai topi begitu sekarang," puji seorang penjaga toko kepada Firmansyah (55), salah satu juru parkir di Jalan Sabang, saat meteran parkir diresmikan pada pekan lalu. Namun, seragam itu juga punya konsekuensi untuk Firmansyah dan teman-temannya. Mereka kini harus mengawasi alat baru itu, tak hanya mengatur kendaraan yang hendak parkir.
Firmansyah mengaku, tugas barunya itu cukup merepotkan, apalagi pada hari-hari awal pemberlakukan sistem parkir berbayar. Ia harus menjelaskan mekanisme kerja alat meteran parkir kepada para pengguna jasa parkir.
Stok koin
"Saya harus ngulang-ngulang terus, orangnya kan banyak yang parkir, rata-rata belum pada tahu (mekanisme sistem parkir berbayar)," ujar pria berjenggot ini. Meski begitu, Firmansyah dan juru parkir lainnya terlihat bersemangat menjelaskan sistem parkir berbayar kepada pengguna jasa parkir.
Setelah memandu kendaraan untuk diparkir, mereka akan membawa pengguna jasa parkir mendekati mesin meteran parkir. Kemudian mereka menjelaskan cara menggunakan alat tersebut dengan sabar. Pertama dengan memilih jenis kendaraan, memasukkan nomor polisi kendaraan, dan memasukkan koin.
Bila pengguna jasa parkir tidak memiliki cukup uang koin, Firmansyah dan juru parkir lain akan melayani penukaran dengan koin yang menjadi salah satu "perbekalan" mereka. Namun, bekal itu kerap habis juga. "Cuma Rp 40.000 dikasih, siang dikit sudah habis," kata dia.
Kendati demikian, juru parkir boleh bernapas lega. Pasalnya Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana segera mengubah mekanisme kerja alat tersebut, tak lagi memakai koin tetapi memakai uang elektronik berbasis kartu.
Juru parkir pun pakai seleksi
Di ruas Jalan Sabang, ada 33 juru parkir yang dipekerjakan dan terdaftar. Para juru parkiri ini pun sebelumnya harus mengikuti proses seleksi.
Udin (25), adalah salah satu bekas tukang parkir Jalan Sabang yang tak lolos seleksi itu. "Dulu saya cuma gantiin Abang saya, sekarang sudah didata begini enggak boleh lagi jadi juru parkir cabutan," kata dia.
Setelah lolos seleksi, para juru parkir itu masih harus mengikuti pelatihan terkait penggunaan alat meteran parkir dan sistem parkir berbayar tersebut. Pelatihan dilakukan selama sepekan yang dilakukan bergantian.
Sesudahnya, barulah mereka bisa bertugas dalam tiga giliran kerja. Pembagian waktu kerja itu adalah pukul 06.00-14.00, 14.00-22.00, 22.00-06.00, yang masing-masing digarap 11 juru parkir untuk menjaga 11 alat meteran parkir di sana dengan dua petugas Dinas Perhubungan sebagai pengawas.
Penggajian
Jika sebelumnya juru parkir di Jalan Sabang mendapat penghasilan dari para pengguna parkir yang memberi mereka uang dengan sistem setoran retribusi, maka sekarang mereka menerima gaji yang nominalnya dua kali upah minimum provinsi.
"Juru parkir akan digaji sekitar Rp 4,8 juta setiap bulannya, tetapi mereka tidak boleh lagi menerima uang dari pengguna jasa parkir. Kalau ketahuan, mereka akan dipecat tanpa syarat," ujar Kepala Pelaksana Perparkiran Sunardi Sinaga, Jumat (26/9/2014).
Namun selama masa percobaan sistem parkir berbayar, juru parkir baru hanya mendapatkan upah sekitar Rp 2,7 juta per bulan.
Dengan angka gaji selama masa percobaan ini, secara pukul rata mereka menerima Rp 100.000 per hari. Angka itu bisa jadi juga adalah "penggoda" buat mereka, karena dalam sistem lama merka bisa mendapatkan Rp 200.000 sehari dipotong setoran yang hanya Rp 32.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.