Ia sudah mengetahui rencana penertiban pedagang terminal, tetapi ia tak menyangka akan adanya penutupan. "Ini busnya ke mana? Gimana saya mau nyalo. Mana duit lagi enggak ada. Udahlah paling pulang abis ini," kata Dani sambil menerawang ke depan.
Dani mengaku telah menghubungi kawan seprofesinya di bus Deborah itu, tetapi belum ada kabar. Menurut Dani, selain menjadi calo, ia juga turut menjadi kernet di bus Deborah itu.
Dalam sehari, ayah dua anak itu bisa tiga kali bolak-balik Depok-Kalideres. Ada empat sampai lima bus jurusan tersebut yang sehari-hari beroperasi.
"Sehari bisa nyampe Rp 2 juta, tapi kan setorannya banyak. Bersihnya paling cuma ratusan ribu," kata Dani menuturkan pendapatan yang diperolehnya dari dua profesinya itu.
Menurut Dani, pendapatannya sebagai calo dan kernet bus itu jauh lebih kecil dari pendapatan calo penumpang angkot.
"Mereka dapat Rp 2.000 tiap angkot. Bisa dikalikan ada berapa angkot yang melintas terminal ini. Anggaplah ada 100 angkot per trayek dan ada lima trayek. Itu minimal lho. Tinggal dikalikan aja," kata Dani sambil menunjuk ke arah para calo penumpang itu biasa berada.
Para calo penumpang angkot itu biasa mangkal di pintu keluar terminal. Setiap angkot yang melewati pintu itu pasti mengetem untuk memenuhi kuota penumpang. Bila ada petugas Dishub atau polisi, barulah pengeteman tidak ada.
Pantauan Kompas.com, hari ini tak terlihat adanya para calo penumpang di pintu keluar itu. Angkot pun mencari penumpangnya masing-masing di sepanjang jalan depan terminal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.