Berkali-kali ia menawarkan plastik kresek hitamnya ke orang-orang yang hendak menunaikan ibadah shalat Jumat. Namun, kebanyakan orang yang lewat tidak menggubrisnya. Sebagian hanya memberikan senyum seadanya sambil menolak tawarannya.
Meski begitu, perempuan itu terus melambaikan plastiknya, sedangkan di tangan lainnya ia membawa dua pak plastik lainnya yang belum dibuka. Kadang-kadang, orang yang iba melihatnya akhirnya berhenti untuk sekadar memberinya selembar uang Rp 2.000 atau Rp 5.000 untuk ditukarkan dengan satu atau dua plastik.
Perempuan bertubuh kurus itu bernama Ina (40). Sehari-hari ia berjualan plastik di pelataran Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. "Lumayan buat tambah-tambah makan," ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (3/10/2014) lalu.
Sejak suaminya meninggal dua tahun lalu, Ina menghidupi keluarga kecilnya seorang diri. Dari berjualan plastik, Ina mendapatkan Rp 20.000-Rp 30.000 sehari. Namun, setelahnya ia juga harus membeli lagi satu pak isi 50 plastik seharga Rp 4.500.
Ia tidak pernah mematok harga plastik yang dijualnya sehingga penghasilannya pun sangat tidak tetap. "Sukarela saja orang mau kasih berapa," ujar Ina.
Terkadang, Ina juga berjualan kopi dan minuman lainnya saat ada kegiatan, misalnya di Monumen Nasional. Namun, berjualan kopi membutuhkan modal yang lebih banyak sehingga tidak setiap saat ia bisa berjualan kopi.
"Jualan kopi itu modalnya lumayan, bisa Rp 200.000 sekali jualan. Saya mana punya, jadi kalau lagi ada duit saja. Punya duit Rp 20.000, saya beliin plastik saja," kata dia.
Ditertibkan
Saat berjualan kopi, Ina juga punya pengalaman pahit, yaitu ditertibkan oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP). Ketika itu, dagangannya yang masih utuh ludes diangkuti petugas.
"Padahal untuk modalnya saya sudah ngumpulin lama, tahunya malah diangkut. Rugi banget," keluh dia.
Karena itu, Ina sering kali berpikir ulang sebelum berjualan dengan modal yang tinggi. Meskipun keuntungan menjual kopi cukup besar, ia tidak berani. Selain karena ada risiko ditertibkan, uang yang dimiliki untuk modal berjualan pun pas-pasan.
Anak berprestasi
Saat tengah berbincang dengan Kompas.com, seorang anak berambut keriting berseragam olahraga menghampiri Ina, kemudian mencium tangannya. Dengan senyum merekah, Ina menyambutnya hangat, kemudian menanyakan hari si anak.
Anak itu belakangan diketahui bernama Fenty (12), anak semata wayang Ina yang baru pulang sekolah. Ina bercerita, Fenty termasuk anak yang berprestasi di sekolah. "Ranking terus anak saya," kata dia.
Oleh karenanya, ia bertekad supaya anaknya, yang kini duduk di bangku sekolah dasar, tak harus menanggung beban keluarganya.
"Saya enggak mau anak saya ngemis kayak anak-anak lain. Bekerja juga enggak boleh, masih kecil. Mending fokus sekolah saja," tekan Ina dengan sorot mata sendu.
Ina berharap, dengan memfokuskan agar anaknya bersekolah, suatu hari anaknya bisa mengangkat derajat keluarganya menjadi jauh lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.