"Akan ada rencana itu (supervisi), tetapi jangan berangkat dari apriori dulu," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Adnan kembali menjelaskan alasan KPK tidak menangani kasus transjakarta. Menurut Adnan, Kejaksaan Agung sudah lebih dulu menangani kasus itu sehingga KPK mundur. Meskipun ketika itu KPK tengah melakukan penelusuran atas laporan masyarakat terkait pengadaan transjakarta.
"Ketika itu KPK bekerja, kemudian Kejaksaan Agung menetapkan Udar sebagai tersangka. Seperti biasa, perjanjian kami dengan Kejaksaan Agung dan Polri, ketika ada yang masuk, maka KPK berhenti. Maka dari itu, selebihnya, bagaimana selanjutnya, tanya Kejaksaan Agung," papar Adnan.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono; Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto; pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan transjakarta, DA; Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta, ST; BS selaku Dirut PT New Armada (PT Mobilindo Armada Cemerlang); AS selaku Dirut PT Ifani Dewi; dan CCK selaku Dirut PT Korindo Motors.
Terkait kasus transjakarta, DPR berencana memanggil KPK dan Kejaksaan Agung. Pemanggilan tersebut bertujuan mengklarifikasi KPK dan Kejaksaan Agung mengenai dugaan korupsi proyek pengadaan transjakarta. [Baca: DPR Akan Undang KPK dan Kejagung soal Dugaan Korupsi Transjakarta]
Pemanggilan KPK dan DPR ini juga terkait dengan laporan Rachmawati Soekarnoputri yang diterima pimpinan DPR. Dalam laporannya, Rachmawati menduga Jokowi terkait dengan kasus dugaan korupsi tersebut dan kepemilikan rekening di luar negeri.
Putri Presiden Soekarno itu juga meminta agar pelantikan Jokowi sebagai presiden ditunda selama kasus dugaan korupsi ini belum dituntaskan.
Mengenai laporan Rachmawati, Adnan menegaskan bahwa pihaknya tidak menemukan rekening di luar negeri atas nama Jokowi. KPK telah melakukan penelusuran atas laporan itu, dan telah melakukan klarifikasi kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Adnan juga menyampaikan bahwa hasil penelusuran KPK tidak menemukan indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan Jokowi, terkait dengan pengelolaan dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) 2010.
Data KPK juga menunjukkan bahwa tidak ada nama penerima BPMKS yang digandakan atau fiktif. Penerima bantuan, kata Adnan, sesuai dengan proposal pengajuan dari sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.