Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2014, 15:41 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap melakukan supervisi kasus dugaan korupsi pengadaan transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) yang kini ditangani Kejaksaan Agung. Kasus ini kerap dikait-kaitkan dengan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

"Akan ada rencana itu (supervisi), tetapi jangan berangkat dari apriori dulu," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Adnan kembali menjelaskan alasan KPK tidak menangani kasus transjakarta. Menurut Adnan, Kejaksaan Agung sudah lebih dulu menangani kasus itu sehingga KPK mundur. Meskipun ketika itu KPK tengah melakukan penelusuran atas laporan masyarakat terkait pengadaan transjakarta.

"Ketika itu KPK bekerja, kemudian Kejaksaan Agung menetapkan Udar sebagai tersangka. Seperti biasa, perjanjian kami dengan Kejaksaan Agung dan Polri, ketika ada yang masuk, maka KPK berhenti. Maka dari itu, selebihnya, bagaimana selanjutnya, tanya Kejaksaan Agung," papar Adnan.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono; Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto; pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan transjakarta, DA; Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta, ST; BS selaku Dirut PT New Armada (PT Mobilindo Armada Cemerlang); AS selaku Dirut PT Ifani Dewi; dan CCK selaku Dirut PT Korindo Motors.

Terkait kasus transjakarta, DPR berencana memanggil KPK dan Kejaksaan Agung. Pemanggilan tersebut bertujuan mengklarifikasi KPK dan Kejaksaan Agung mengenai dugaan korupsi proyek pengadaan transjakarta. [Baca: DPR Akan Undang KPK dan Kejagung soal Dugaan Korupsi Transjakarta]

Pemanggilan KPK dan DPR ini juga terkait dengan laporan Rachmawati Soekarnoputri yang diterima pimpinan DPR. Dalam laporannya, Rachmawati menduga Jokowi terkait dengan kasus dugaan korupsi tersebut dan kepemilikan rekening di luar negeri.

Putri Presiden Soekarno itu juga meminta agar pelantikan Jokowi sebagai presiden ditunda selama kasus dugaan korupsi ini belum dituntaskan.

Mengenai laporan Rachmawati, Adnan menegaskan bahwa pihaknya tidak menemukan rekening di luar negeri atas nama Jokowi. KPK telah melakukan penelusuran atas laporan itu, dan telah melakukan klarifikasi kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Adnan juga menyampaikan bahwa hasil penelusuran KPK tidak menemukan indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan Jokowi, terkait dengan pengelolaan dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) 2010.

Data KPK juga menunjukkan bahwa tidak ada nama penerima BPMKS yang digandakan atau fiktif. Penerima bantuan, kata Adnan, sesuai dengan proposal pengajuan dari sekolah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com