Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nenek yang Digugat Rp 1 Miliar oleh Anaknya Minta Bantuan MUI

Kompas.com - 21/10/2014, 20:41 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Fatimah (90), warga Cipondoh, Tangerang, Banten, meminta bantuan Majelis Ulama Indonesia untuk memediasi gugatan sebesar Rp 1 miliar yang diajukan oleh anak dan menantunya. Fatimah ingin MUI memberikan pencerahan kepada penggugat untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kami sudah kirim surat kepada MUI untuk membantu memfasilitasi kasus sengketa karena masih dalam satu keluarga," kata kuasa hukum Fatimah, Aris Hadi, seusai sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (21/10/2014).

Aris berharap, MUI dapat memberikan pencerahan kepada penggugat terkait isi gugatan tersebut. Menurut dia, penggugat sudah menawarkan proses mediasi, tetapi dilakukan sebelum sidang pokok perkara. Mediasi itu gagal karena tidak ada kesepakatan di antara kedua pihak.

"Mediasi yang ditawarkan adalah menjual tanah, dan hasilnya dibagi dua. Itu ditolak Fatimah sebab tanah itu sudah ditempati selama 27 tahun," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat, M Singarimbun, menyatakan telah memberikan kesempatan kepada Fatimah untuk mediasi sebelum hakim memutuskan perkara pada minggu depan.

"Sejak awal, kami sudah mengajukan mediasi. Tawaran itu tetap saja ditolak hingga kini. Namun, kami berikan waktu karena mediasi pun disarankan oleh hakim," ujarnya.

Permasalahan muncul sejak 1987, ketika suami Fatimah sekaligus ayah Nurhana, Abdurahman, membeli tanah seluas 397 meter persegi di Cipondoh, Tangerang. Tanah itu dibeli dari Nurhakim, suami Nurhana, dengan harga Rp 10 juta (Baca: Ibu 90 Tahun Digugat Rp 1 Miliar oleh Anak Perempuannya gara-gara Sertifikat Tanah).

Fatimah kemudian membangun rumah di atas tanah itu menggunakan dana pribadi dan anak-anaknya. Akan tetapi, sertifikat rumah masih atas nama Nurhakim.

Selama 27 tahun, Abdurahman dan Fatimah beserta beberapa anaknya tinggal di rumah tersebut. Adapun anak lain yang telah berkeluarga, termasuk Nurhana, tinggal bersama suaminya di tempat lain. Saat itu tidak ada masalah sama sekali, bahkan pembicaraan tentang sertifikat ataupun tanah dan rumah itu.

Pada 2011, setelah Abdurahman dan suami dari salah satu adik Nurhana meninggal dunia, Nurhana bersama suaminya mulai mempermasalahkan persoalan kepemilikan tanah tersebut. Sebelumnya, Fatimah telah empat kali meminta pengurusan ganti nama sertifikat. Namun, Nurhana dan suaminya selalu memberikan jawaban yang sama, dan menolak untuk ganti nama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com