"Saya bicara fakta, bukan analisis, hipotesis, perkiraan, atau prediksi. Itu ranah intelijen," ujar Heru di Polda Metro Jaya, Rabu (22/10/2014). Heru mengatakan, Novel selama ini hanya memberi keterangan seputar hal yang terjadi ketika demo.
Misalnya, broadcast message yang digunakan untuk mengumpulkan massa. Secara kasat mata, dia mengatakan, hal tersebut mengesankan bahwa ada pihak yang mendanai demo itu. Namun, hal itu termasuk dalam asumsi sehingga tidak bisa diproses. [Baca: Kepada Penyidik, Anggota FPI Mengaku Bawa Batu untuk Wirid]
Di sinilah, kata Heru, fungsi intelijen dalam kasus tersebut. Intelijen dapat memberi informasi, masukan, atau prediksi. Informasi dari intelijen tersebut bisa digunakan sebagai informasi tambahan dalam penyelidikan, atau bahkan menjadi alat bukti.
Jika tidak, maka polisi akan menyelidiki berdasarkan keterangan saksi atau tersangka saja. Menurut Heru, penyidik tidak bisa memaksakan keterangan tersangka. Dia mengambil contoh saat Novel berkata bahwa batu yang dibawa massa FPI dari tempat di Jawa Barat ke lokasi demonstrasi hanya untuk wirid.
Secara logika, tidak ada wirid membawa batu. Namun, penyidik tak bisa memaksakan keterangan, dan akhirnya hal itu muncul dalam berita acara pemeriksaan (BAP). "Informasi dari intelijen juga harus diuji oleh reserse, apakah informasi bisa jadi bukti dalam penyidikan, atau hanya informasi masukan bagi pimpinan," ujar Heru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.