Sebanyak 350 anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan 100 personel gabungan dikerahkan untuk menertibkan 280 bangunan liar para pemulung yang ada di dalam taman tersebut. (Baca: Digusur Juga, Permukiman yang Tutupi Taman Honda Tebet).
"Pemulung-pemulung itu sebagian pekerja Sudin Kebersihan. Kami lihatnya dari hasil sampah yang ada di lokasi (Taman Honda)," kata Kepala Seksi Pertamanan Kecamatan Tebet Amir Syah di kantor Sudin Pertamanan, Komplek Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2014).
Sejarah Taman Honda
Amir pun menuturkan awal mula berdirinya Taman Honda dan kehadiran para penghuni liar tersebut. Sebelumnya, lokasi yang menjadi tempat berdirinya Taman Honda kini adalah permukiman warga pindahan dari gusuran Senayan.
Pada 1980-an, pemerintah menggusur lahan permukiman seluas 1,8 hektar itu untuk diganti dengan bangunan Taman Honda. "Setelah jadi taman, pelan-pelan satu per satu pemulung masuk. Jadi itu sudah lama kayaknya," kata Amir.
Kepala Suku Dinas Pertamanan Jakarta Selatan Marfu'ah mengakui kemungkinan para pemulung akan kembali menempati Taman Honda. Terlebih lagi hanya ada tiga petugas satgas Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, yang berjaga di taman itu setelah penertiban pada Rabu itu.
Problem kita
"Idealnya satu (pemulung) sudah diusir, dua (pemulung) datang, diusir lagi," kata Marfu'ah. Menurut dia, selain ketidakimbangan jumlah petugas di lapangan dan pemulung yang datang, sikap para pemulung yang lebih keras juga menjadi salah satu alasan kemungkinan besar pemulung dapat kembali lagi ke Taman Honda.
"Lebih galak yang masuk ke taman (pemulung). Mereka keras karena hidup mereka saja sudah keras," kata Marfu'ah. Dia 'ah melanjutkan, para pemulung yang tergusur itu tidak mendapat ganti rugi ataupun relokasi ke tempat lain.
Sudin Sosial Jakarta Selatan juga belum bekerja sama dengan Sudin Pertamanan Jaksel dalam menangani penghuni liar Taman Honda. "Memang ini problem kita. Kata tetangga saya yang dari daerah bekerja ke Jakarta, 'Aku sudah macul dari pagi, tapi enggak ada panennya'. Mudah-mudahanlah pemerintahan Jokowi bisa, biar anggaran itu tidak di pusat aja," kata Marfu'ah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.