Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, tahun ini dana APBD DKI yang terserap baru 30 persen dari Rp 72,9 triliun. ”Rendahnya penyerapan anggaran karena perencanaan program menggunakan sistem lama, sedangkan pelelangan sudah menggunakan sistem baru,” kata Saefullah, Kamis (23/10), di Jakarta.
Seharusnya perencanaan program tahun ini menyesuaikan dengan sistem penganggaran baru dengan pola e-budgeting. Pola baru ini menuntut kuasa pengguna anggaran lebih detail dalam memasukkan informasi dokumen lelang. Sebagian besar kuasa pengguna anggaran belum siap dengan pola baru.
Banyak pengajuan dokumen lelang dibatalkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa DKI. Penyebabnya bervariasi, sebagian karena dokumen lelang tidak diisi informasi yang lengkap dan sebagian lagi diisi dengan informasi salah.
Pemprov DKI baru membentuk ULP tahun ini, bersamaan dengan pemberlakuan e-budgeting. Pada tahun pertama kinerjanya, ULP DKI melayani hampir 10.000 dokumen lelang pengadaan barang dan jasa. Sementara jumlah SDM, sarana kantor, dan perangkat digital belum mendukung sepenuhnya. Bahkan, pada awal bekerja, aparat di ULP belum memiliki petunjuk teknis.
Berangkat dari pengalaman itu, pada tahun depan Pemprov DKI akan memecah kantor ULP di 12 tempat. Tujuannya agar pelelangan berjalan cepat, tidak mengandalkan petugas di satu kantor. Tahun ini ULP berkantor di Gedung F di antara Gedung Balai Kota (Jalan Medan Merdeka Selatan) dan DPRD DKI (Jalan Kebon Sirih).
Tidak siap
Saefullah memprediksi, jika angka serapan itu hanya 70 persen dari nilai APBD 2014 sebesar Rp 72,9 triliun, akan ada sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) sekitar Rp 21,8 triliun. Sebagai perbandingan, silpa APBD DKI tahun 2010 sebesar Rp 4 triliun dari total APBD sekitar Rp 30 triliun, silpa tahun 2011 Rp 6,47 triliun dari total nilai Rp 40 triliun, silpa tahun 2012 sekitar Rp 8 triliun dari total APBD sebesar Rp 45 triliun, dan silpa tahun 2013 sebesar 7,59 triliun dari Rp 52 triliun.
”Kami akan terus mengejar serapan di sisa waktu penggunaan anggaran sampai akhir tahun. Paling tidak kami pastikan pengadaan barang dapat terlaksana,” kata Saefullah.
Stimulus ekonomi
Selamat Nurdin, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD DKI, menilai, kondisi ini tidak bisa dianggap biasa. Sebab, nilainya jauh di atas nilai silpa pada tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun seharusnya Pemprov DKI berupaya menyerap anggaran sebesar-besarnya.
Mengenai penyebab serapan yang rendah, hal itu menurut Nurdin urusan internal Pemprov DKI. Seharusnya persoalan yang ada dapat diantisipasi sebelum penggunaan anggaran. Misalnya, terkait keberadaan ULP, semestinya ada simulasi kerja ULP sebelum benar-benar bekerja. Faktanya, kan, tidak karena ULP DKI baru bekerja setelah dibentuk pada tahun yang sama.
Begitu juga terkait kuasa pengguna anggaran yang tidak siap. Menurut Nurdin, tak ada alasan menyatakan tak siap. Sebab, ada waktu untuk menyiapkan aparat mengenal sistem penganggaran baru, yaitu e-budgeting.
Koordinator Advokasi & Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi tidak yakin silpa anggaran tahun ini 30 persen. Kemungkinan bisa lebih karena dengan sisa waktu kurang dari tiga bulan, pengerjaan proyek fisik tidak akan terkejar.
Kemungkinan bisa menjadi kenyataan karena pada Kamis, Pemprov DKI dan pimpinan DPRD DKI baru menyelesaikan pembahasan Perubahan APBD. Pembahasan dilakukan setelah ada evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri sehingga sisa waktu penggunaan anggaran tahun ini semakin terbatas.