Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjual Tuak Aren Ini Mampu Beli Dua Mobil

Kompas.com - 25/10/2014, 15:29 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pagi hari, Casmuri sudah berjalan kaki dari kontrakannya di kawasan Grogol menuju Museum Fatahilah, di Kota, Taman Sari, Jakarta Barat. Jalan berkilo-kilo jauhnya dia lalui sambil berjalan kaki untuk menyambung hidup.

Bapak tiga anak berusia 50 tahun itu adalah seorang pedagang tuak aren, minuman manis tradisional khas asal Brebes, Jawa Tengah. Sudah tiga tahun mantan kuli bongkar muat barang ini menjadi pedagang tuak aren. Pundaknya mungkin sudah terbiasa dengan beban jualannya sekitar 20 kilogram.

Pahit kehidupan dilalui sampai akhirnya kini dia mengecap manis, semanis tuak aren yang dijualnya. Maklum, sehari ia bisa mengantongi Rp 240.000, dari menjual 80 gelas tuak aren seharga Rp 3.000 per gelasnya. Modal usahannya ini hanya Rp 30.000. Lewat tuak aren itu, dia mampu membeli dua buah mobil pikap kecil Colt disel untuk usaha anaknya.

"Lumayan, dari sini saya bisa buat modal anak. Saya punya dua mobil Colt disel buat anak saya," kata Casmuri kepada Kompas.com, di sekitar Museum Fatahilah, Kota, Taman Sari, Jakarta Barat, Sabtu (25/10/2014).

Meski demikian, Casmuri mengaku membeli kedua mobil pikap itu dengan cara mencicil. Ia membeli mobil truk Mitsubishi Colt disel seri 100 PS dan 120 PS. Untuk seri yang pertama sudah lunas dicicilnya. "Yang kedua tinggal sembilan kali lagi," ujar Casmuri.

Setiap bulan, dia bersama sang istri, Tursri (45), bahu-membahu mencicil tiap mobil yang dikredit tersebut. Tursri bekerja sebagai pedagang warung nasi di Grogol dengan pedapatan Rp 3 juta per bulan. Tiap mobil diambil dengan masa cicilan 3 tahun. "Yang sudah lunas cicilannya waktu itu Rp 2,95 juta. Yang saya ambil lagi sekarang ini Rp 2,7 per bulan," ujarnya.

Dua truk itu dipakai oleh dua anaknya untuk keperluan usaha. Ia mengaku, anaknya memiliki usaha jasa mengakut puing bekas bangunan untuk dijual kembali. Anak bungsunya masih menganggur. "Usaha ambilin puing dari proyek. Yang jalanin anak. Saya kasih modal saja. Suruh sekolah enggak mau," kata Casmuri.

Bahan dari orangtua

Casmuri tidak meracik sendiri tuak aren jualannya. Dia bersama sang istri meracik minuman manis nan segar itu. Gula aren yang dipaket melalui travel dari Brebes menjadi bahan dasar dagangannya itu. Bahan dasarnya langsung dibuat orangtua Casmuri di Brebes.

"Dari gula merah aren. Dimasak pakai kayu bakar seharian, baru jadi begini," ujar Casmuri.

Gula aren yang telah dimasak, lanjutnya, kemudian dimasukkan ke dalam bambu petung berukuran masing-masing 1 meter. Bambu yang berada di belakang berfungsi sebagai stok cadangan. Sementara yang di depan berfungsi sebagai bambu utama tuak aren yang akan dituang kepada pembeli.

Bedanya, di bambu belakang sepelastik es ditaruh di dalamnya bersama tuak aren kental. Sedangkan di bambu depan, es batu dalam jumlah cukup banyak dibiarkan bercampur bersama tuak aren.

"Kalau habis yang di depan, ngambil dari bambu yang belakang. Soalnya yang belakang enggak bisa buat tuang ke pembeli karena ada gelasnya," ujarnya.

Adapun bambu yang dipilih yakni bambu petung, dibeli dari Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. Menurut dia, bambu itu mesti diganti setiap satu tahun sekali. Di bagian atas bambu ditutup menggunakan karet dilapis plastik.

Ketika pembeli datang, Casmuri cukup memutar balik bambu sehingga air tuak aren keluar.

Sudah jarang

Mencari dagangan tradisional itu di Ibu Kota mungkin gampang-gampang susah. Padahal, peminatnya cukup banyak. Ketika diamati, banyak pembeli yang menghampiri sang penjual tuak aren itu, dari mulai remaja hingga orang dewasa.

"Seger ini, kalau di Bogor sudah enggak ada lagi kayak beginian. Jarang, susah mau nyarinya," kata Yanto (36), warga Bogor yang tengah berlibur bersama keluarga di Museum Fatahilah itu.

Yanto hanya suka dengan rasanya. Manisnya, menurut dia, berbeda dengan jajanan minuman lain. "Khasiatnya saya kurang tahu. Mungki buat panas dalam ya," selorohnya sambil terkekeh.

Yanto berharap pedagang-pedagang tradisional seperti mereka bisa lestari di tengah pertumbuhan kota. "Biar orang enggak lupa saja kalau kita punya makanan atau minuman khas daerah kan. Seperti Betawi ada kerak telor," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com